Kontestasi Politik Pemilu 2024 Netralitas Berlaku Bagi ASN dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri

Penulis : LM Ruslan Affandy, SH (Staf Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu kabupaten Konawe Selatan)

Penulis : LM Ruslan Affandy, SH (Staf Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu kabupaten Konawe Selatan)Di kontestasi politik Pemilihan Umum tahun 2024 Netralitas tidak hanya berlaku bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) tetapi berlaku juga bagi Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN)
Oleh: LM. Ruslan Affandy, SH
Dalam konteks penyelenggaraan pesta demokrasi, Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan sebuah dinamika masalah terpenting dalam melaksanakan Pemilihan Umum. Aparatur Sipil Negara ialah subjek utama dalam suatu birokrasi yang berperan khusus untuk menjalankan tugas negara dan pemerintahan. Dalam hal ini Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan unsur dalam terciptanya pelayanan kepada masyarakat secara profesional, adil dan merata. Kedudukan aparatur negara merupakan sebuah unsur abdi masyarakat dan memiliki mental loyalitas tinggi terhadap negara. Hal ini secara tidak langsung Aparatur Sipil Negara (ASN) dituntut harus bersikap netral dari pengaruh semua golongan partai politik serta tidak diskriminatif terhadap pelayanan masyarakat.
Netralitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah keadaan dan sikap netral serta tidak memihak atau bebas. Sedangkan asas netralitas adalah bahwa setiap pegawai Aparatur Sipil Negara tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Netralitas dalam hal ini adalah tidak terlibatnya Aparatur Sipil Negara (ASN) pada penyelenggaraan Pemilu. Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah kebijakan politik yang melarang Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk terlibat politik praktis atau harus netral dalam politik karena keberadaannya sebagai pelayan masyarakat. Makna dari netralitas ini yaitu agar bebasnya Aparatur Sipil Negara (ASN) dari pengaruh kepentingan partai politik atau tidak berperan dalam proses politik, namun masih tetap mempunyai hak politik untuk memilih, dan berhak untuk dipilih dalam pemilihan umum.
Dasar hukum Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) diatur dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Berdasarkan pasal 2 huruf f, menyatakan bahwa salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen Aparatur Sipil Negara adalah asas netralitas. Tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada siapapun. Netralitas pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan sebuah kewajiban yang harus dimiliki Pegawai Negeri Sipil karena sifatnya imperatif. Konsekuensi dari sifat imperatif adalah sanksi dan jika ketentuan tersebut tidak dilakukan atau melakukan apa yang seharusnya tidak dilakukan, ini disebut sebagai pelanggaran dalam konteks pelanggaran netralitas dalam kegiatan politik yang dilakukan oleh pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Posisi Aparatur Sipil Negara dalam politik sebelum di undangkannya dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara sudah diatur dalam Undang-Undang Kepegawaian Nomor 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian Negara yang mengatur secara tegas netralitas pegawai dalam pemerintahan. Dalam Pasal 3 undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 mengatur: (1) Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan; (2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat; (3) Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan atau pengurus partai politik. Ketentuan tersebut jelas melarang keberpihakan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan pembangunan. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Netralitas Aparatur Sipil Negara telah diatur tepatnya pada Pasal 2 Huruf f disebutkan bahwa ASN harus bersikap netral dalam pemilihan umum, pasal 9 ayat 2 yang menyebutkan pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Persoalan netralitas Aparatur Sipil Negara kemudian juga diatur dan ditindaklanjuti dengan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Peraturan perundangundangan tersebut diantaranya ialah Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil .
Pada dasarnya, seorang Aparatur Sipil Negara memiliki hak untuk memilih pemimpin yang diinginkannya secara bebas, selama ia tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh para calon legislatif atau para pasangan calon, baik itu kegiatan kampanye politik, maupun tindakan-tindakan lainnya yang mengarah pada keberpihakan atau ketidaknetralan.
Maka dari itu, Aparatur Sipil Negara (ASN) diharapkan agar tetap menjaga kebersamaan, soliditas dan jiwa korps dalam menyikapi situasi politik yang ada, baik itu sebelum, selama, maupun sesudah tahapan Pemilu dan diharapkan agar tetap menaati peraturan perundang-undangan dan ketentuan kedinasan yang berlaku. Untuk menegakkan netralitas Aparatur Sipil Negara, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah peraturan perundang-undangan. Namun demikian, tingkat pelanggaran terhadap netralitas di kalangan pegawai Aparatur Sipil Negara masih tinggi, terutama menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum secara serentak. Sementara itu, ketidak netralan pegawai Aparatur Sipil Negara dapat menyebabkan terjadinya keberpihakan atau ketidakadilan dalam pembuatan kebijakan dan penyelenggaraan pelayanan yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat secara luas.
Mendekati pemilihan umum (Pemilu) yang akan digelar pada tahun 2024, netralitas aparatur sipil negara (ASN) kembali menjadi sorotan public di karenakan acapkali pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara terjadi baik itu di masa pemilihan umum maupun Pemilihan Kepala Daerah. Berdasarkan data KASN 2020-2021 yang di sampaikan dalam siaran pers Nomor 027/HM.01/V/2022 Selasa, 31 Mei 2022 bahwa sebanyak 2.034 ASN dilaporkan dan 1.596 (78,5%) di antaranya terbukti melanggar dan dijatuhkan sanksi. Di antara yang terbukti tersebut, 1.373 (86%) telah ditindaklanjuti oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dengan penjatuhan sanksi. (https://ombudsman.go.id/pers/r/jelang-pemilu-serentak-2024–netralitas-asn-jadi-sorotan-3-lembaga-pengawas).

Lanjut dalam siaran pers nomor 027/HM.01/V/2022 Selasa, 31 Mei 2022 Anggota KASN Arie Budhiman menyampaikan lima kategori terbanyak pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara adalah kampanye/sosialisasi media sosial (30,4%), mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada salah satu calon/bakal calon (22,4%), melakukan foto bersama bakal calon/pasangan calon dengan mengikuti simbol gerakan tangan/gerakan yang mengindikasikan keberpihakan (12,6%), menghadiri deklarasi pasangan bakal calon/calon peserta pilkada (10,9%), melakukan pendekatan ke parpol terkait pencalonan dirinya atau orang lain sebagai calon/bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah (5,6%).
Fenomena keterlibatan serangkaian kegiatan kampanye dan sosialisasi memenangkan peserta Pemilu menunjukkan bahwa peraturan berkaitan dengan netralitas Aparatur Sipil Negara belum dapat ditegakkan secara baik, untuk mencegah penyelewengan birokrasi, larangan ini jelas dipahami. Namun jika tidak disertai dengan penegakkan sanksi akan menciptakan zona nyaman bagi oknum aparatur sipil negara (ASN) untuk terlibat dalam suksesi pemilu ataupun pemilihan Kepala Daerah.
Selain perautran perundan-undangan yang di sebutkan diatas berkaitan dengan Netralitas Aparatur Sipil Negara pemerintah dalam hal ini KASN bersama Kementerian PANRB, BKN, Bawaslu, dan Kementerian Dalam Negeri menjelang Pemilu serentah tahun 2024 kembali berkomitmen utuk menjaga Netralitas ASN dengan mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Apratur Sipil Negara Dalam Penyelenggaran Pemilihan Umum dan Pemilihan. Surat Keputusan Bersama ini di buat untuk mendorong sinergisitas serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari instansi pusat dan daerah dalam mengawasi Aparatus Sipil Negara selama pesta demokrasi berlangsung. “Selain itu, Surat Keputusan Bersama (SKB) ini juga ditujukan untuk menjadi pedoman dalam mewujudkan kepastian hukum terhadap penanganan pengaduan netralitas Aparatur Sipil Negara.
Dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) ini, diharapkan dapat mengoptimalkan penanganan keterlibatan Aparatus Sipil Negara dalam politik praktis yang memiliki potensi tinggi untuk terjadi. Implementasi SKB ini meminimalisir dampak ketidaknetralan Aparatus Sipil Negara dan Aparatur Sipil Negara dapat fokus untuk menjalankan fungsinya sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta perekat dan pemersatu bangsa Indonesia.
Netralitas Pegawai Pemerintah Non-Pegawai Negeri (PPNPN).
Pemilu serentak tahun 2024 Netralitas dalam kontestasi politik tidak hanya berlaku bagi aparatur sipil negara (ASN) tetapi berlaku juga bagi Pegawai Pemerintah Non-Pegawai (PPNPN). Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) juga mendorong instansi pemerintah untuk membina dan mengawasi netralitas Pegawai Pemerintah Non-Pegawai Negeri atau PPNPN di seluruh instansi pusat dan daerah. Pegawai Pemerintah Non-Pegawai Negeri atau PPNPN yang di maksud adalah pegawai tidak tetap, pegawai honorer, staf khusus, dan pegawai lain yang dibayarkan oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Dalam rangka menjaga netralitas Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan dan Sebagai tindak lanjut dari Surat Keputusan Bersama Menteri PANRB, Menteri Dalam Negeri, Kepala BKN, Ketua KASN, dan Ketua Bawaslu tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan pada September 2022, maka dikeluarkanlah Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 01 tahun 2023 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas PPNPN dalam Penyelenggaraan Pemilihan umum dan Pemilihan. “Tujuan surat ini adalah mewujudkan PPNPN yang netral dan profesional Serta terselenggaranya pemilihan umum yang berkualitas”
Adapun isi surat edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 01 tahun 2023 adalah sebagai berikut:
Setiap PPNPN Wajib bersikap Netral dan bebas dari pengaruh dan/atau intervensi semua golongan atau partai politik;
Dalam rangka mewujudkan netralitas PPNPN setiap PPK dan Pyb wajib melakukan upaya pembinaaan dan pengawasan Netralitas PPNPN antara lain sebagai berikut:
Melakukan sosialisasi asas netralitas kepada seluruh PPNPN melalui berbagai kegiatan atau dengan menggunakan berbagai media;
Mengupayakan secara terus-menerus terciptanya iklim yang kondusif agar asas netralitas tetap terjaga;
Melakukan pengawasan terhadap PPNPN di lingkungan instansi masing-masing dalam masa pemilihan umum dan Pemilihan;
Menindaklanjuti dugaan pelanggaran netralitas oleh PPNPN dan/atau menegakkan sanksi atau konsekuensi hukum terhadap PPNPN yang melanggar asas Netralitas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau perjanjian kerja tahunan;
Sanksi sebagaimana dimaksud pada huruf d, dikenakan secara bertingkat sampai dengan pemutusan hubungan kerja sebagaimana tercantum dalam perjanjian kerja tahunan antara instansi pemerintah dengan PPNPN;
Menyampaikan hasil penanganan pelanggaran asas netralitas oleh PPNPN kepada satuan tugas pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN yang dibentuk berdasarkan Keputusan Bersama tahun 2022 Tentang pedoman pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Paratur Sipil Negara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan;
Bentuk Pelanggaran Netralitas bagi PPNPN berpedoman pada bentuk pelanggaran netralitas yang berlaku bagai pegawai ASN sebagaimana di atur dalan Keputusan Bersama tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Negeri Sipil Negara dalam Penyelenggaran Pemilihan Umum dan Pemilihan .
Disusunnya surat edaran Nomor 01 tahun 2023 ini adalah sebagai upaya pembinaan, pengawasan, dan penanganan pengaduan bagi PPNPN oleh PPK atau Pihak yang berwenang.Surat ini diterbitkan untuk mendorong efektivitas dan efisiensi instansi pemerintah dalam melakukan pembinaan, pengawasan, dan penanganan pengaduan terhadap penanganan pelanggaran netralitas PPNPN.
Sanksi bagi ASN dan PPNPN yang melanggar.
Keberpihakan Apartur Sipil Negara dalam setiap pemilu sebenarnya dilandasi oleh beberapa hal yang mendasar yaitu pertama, kepentingan mempertahankan jabatan yang dilakukan oleh pimpinan dari sebuah birokrasi atau perangkat daerah sehingga hal inilah yang menyebabkan sebagian Aparatur Sipil Negara mengalami situasi yang cukup dilematis. Kebimbangan tersebut memposisikan Aparatur Sipil Negara pada ruang yang terhimpit di satu sisi Aparatur Sipil Negara harus netral pada semua calon atas dasar kesadaran amanat konstitusi dan di sisi lain Aparatur Sipil Negara harus menunjukkan keberpihakan dan melakoni politik praktis untuk kemenangan salah satu calon dengan mahar posisi birokrasi pemerintahan tertentu. Kedua, ketidakpahaman atau bahkan gagal paham (misunderstanding) Aparatur Sipil Negara terhadap konstitusi mengenai netralitas Aparatur Sipil Negara menjadi magnet keberpihakan dalam kontestasi perpolitikan. Peristiwa ini riskan menjerat Aparatur Sipil Negara melakukan pelanggaran terhadap konstitusi yang berlaku. Hal inilah yang menegaskan citra buruk pada tubuh Aparatur Sipil Negara. Ketiga, tidak adanya kejujuran yang dimiliki Aparatur Sipil Negara menjadi cikal-bakal keberpihakan dalam kontestasi Pemilu dan Pemilihan. Keempat, sanksi yang diberikan terhadap Aparatur Sipil Negara terhitung tidak memberikan efek jera sehingga sekelimut permasalahan ini menjadi alasan yang membuat setiap pihak baik penyelenggara maupun Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) harus bekerja keras dalam upaya menyelamatkan marwah demokrasi tanpa batasan yang keliru.
Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai bagian dari warga negara Indonesia juga yang mempunyai hak untuk memilih. Namun demikian, berbeda dengan Warga Negara Indonesia (WNI) lainnya, Aparutus Sipil Negara dilarang untuk menunjukkan preferensi pilihan politiknya di hadapan publik, sebagai konsekuensi dari asas Netralitas dan Kode Etik dalam penyelenggaraan kebijakan dan manajemen Aparatur Sipil Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf f Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen Aparatur Sipil Negara berdasarkan Asas Netralitas. Lebih lanjut lagi diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, menyatakan “harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan Partai Politik”, dan Pasal 11 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil menyatakan “ etika terhadap diri sendiri” “Menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan.”

Maka sebagai konsekuensi Ketika Aparatur Sipil Negara melanggar Kewajiban dan larangannya ada hukuman yang menanti Paratur Sipil Negara sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 7 ayat (1) Undangundang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yani: hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin sedang, dan hukuman disiplin berat.

Hukuman Disiplin Tingkat Sedang berupa :Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun, penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun( “Bagi PNS yang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan dukungan dan memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat keterangan Kartu Tanda Penduduk dan Bagi PNS yang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah serta mengadakan kegiatan yang mengarah keberpihakan kepada pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama dan sesudah masa kampanye”)

Adapun Hukuman Disiplin Tingkat Berat berupa: penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun, pemindahan dalam rangka penurunan pangkat setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan dan atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS (“Bagi PNS yang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye bagi membuat keputusan dan /atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon dalam kampanye”).

Selain hukuman tersebut diatas, juga diatur hukuman Tindak Pidana Pemilihan sebagaimana diatur di dalam Pasal 494 undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 yakni setiap aparatur Sipil negara , anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia , Kepala Desa, Perangkat Desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaiman dimaksud dalam 280 ayat (3) di pidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00 ( dua belas juta rupiah).

Selanjutnya untuk Pegawai Pemerintah Non-Pegawai Negeri (PPNPN) Sesuai Surat Edaran (SE) Nomor 01/2023 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas PPNPN dalam Penyelenggaraan Pemilihan umum dan Pemilihan yang pada intinya menjelaskan “Setiap PPNPN wajib bersikap netral dan bebas dari pengaruh dan atau intervensi semua golongan atau partai politik dalam penyelenggaraan pemilu dan pemilihan”.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menetapkan agar Pegawai Pemerintah Non-Pegawai Negeri atau PPNPN di seluruh instansi pusat dan daerah menjaga netralitas dan tidak terlibat dalam praktik politik . Itu artinya, netralitas dalam kontestasi politik tidak hanya berlaku bagi aparatur sipil negara (ASN) saja. Apabila ditemukan pelanggaran, pegawai akan diberikan sanksi hingga pemutusan hubungan kerja (PHK). Sementara itu apabila terjadi pelanggaran, sanksi dikenakan secara bertingkat sampai dengan pemutusan hubungan kerja sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian kerja tahunan antara instansi pemerintah dengan PPNPN dan hasil penanganan pelanggaran asas netralitas yang dilakukan oleh Pegawai Pemerintah Non-Pegawai Negeri (PPNPN) kemudian disampaikan kepada Satuan Tugas Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Hal-hal yang perlu dilakukan.
Dengan tingginya angka pelanggaran terkait netralitas Aparatur Sipil Negara dari tahun ke tahun membuktikan bahwa perlu upaya yang efisien dalam menanggulanginya. Dengan menjaga netralitas Aparatur Sipil Negara berarti kita telah menjaga terselenggaranya pemilu/pilkada dengan bebas, jujur, dan adil. Salah satunya dengan Meningkatkan profesionalisme Aparatur Sipil Negara, sehingga sifat profesional tersebut menjadi pondasi bagi Aparatur Sipil Negara dalam menghadapi masalah seperti intervensi dari berbagai kepentingan yang dapat menjadi titik awal timbulnya pelanggaran netralitas. Melalui kepercayaan dan komitmen yang tinggi di diri masing-masing aparatur dalam berkinerja, para Aparatur Sipil Negara harus yakin bahwa kesuksesan karir adalah melalui performa kinerja yang baik dan maksimal, bukan berdasarkan sebuah konsensus dari janji politik yang belum tentu dapat ditepati. Oleh karenanya, mewujudkan netralitas Aparatur Sipil Negara dalam jangka panjang dapat dilakukan dengan membentuk nilai dasar, mindset, kode etik dan kode perilaku karena hal itu merupakan basis profesionalisme Aparatur Sipil Negara.

Kemudian hal penting yang perlu dilakukan untuk menjaga netralitas selain yang di sebutkan diatas yaitu hal pertama yang dilakukan adalah sosialisasi secara masif tentang netralitas Apartur Sipil Negara oleh lembaga terkait kepada Apartur Sipil Negara dan PPNPN untuk meningkatkan kepercayaan diri dan membentengi dari sikap tidak netral saat pemilu/pilkada serta konsekuensi- konsekuensi hukum yang mereka dapatkan jika terbukti melakukan pelanggaran netralitas pada pemilu/pilkada. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa masih ada Apartur Sipil Negara dan PPNPN yang berani melakukan tindakan tersebut karena ketidaktahuan akan peraturan yang berlaku, begitupun kepada masyarakat sebagai sosial kontrol yang dapat mengawasi perilaku Apartur Sipil Negara dan PPNPN dalam menentukan pilihan politiknya, baik itu di sosial media maupun di kehidupan sehari-hari, sehingga Aparatus Sipil Negara dan PPNPN akan merasa terpantau jika seluruh masyarakat teredukasi tentang netralitas Aparatur Sipil Negara dan PPNPN dalam pemilu/pilkada yang diharapkan dapat menekan jumlah pelanggaran netralitas.

Kedua, pihak pemerintah dalam hal ini Menteri PANRB, Menteri Dalam Negeri, BKN, KASN, PPK dan Pejabat yang berwenang senantiasa melakukan evaluasi terkait netralitas Apartur Sipil Negara dan PPNPN tidak hanya pada saat mendekati pemilu/pilkada, tetapi ada evaluasi pra pemilu saat pemilu ataupun setelah pemilu sehingga tingkat netralitas Aparatur Sipil Negara dapat dikontrol secara berkala.

Ketiga, pemerintah dalam hal ini Penyelenggara pemilu harus mampu memberikan edukasi kepada masyarakat dengan cara meningkatkan Pengawasan Pemilu Partisipatif untuk menghilangkan budaya hukum masyarakat yang enggan melaporkan kasus pelanggaran Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN). Karena yang melatar belakangi budaya hukum masyarakat yang enggan melapor Pelanggaran Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), yaitu: a) Kultur masyarakat Indonesia yang “merasa tidak enak” kepada sesama rekan kerja/tetangga/kerabat, dianggapnya jika melaporkan pelanggaran netralitas yang terjadi di lingkungan sekitarnya akan merusak hubungan yang selama ini terjalin, ataupun alasan emosional lainnya. Banyak kasus pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak terungkap karena kultur ini dan membuat pengawasan masyarakat tidak berfungsi secara efektif. b) Pelanggaran netralitas ASN dianggap sebagai hal lumrah. Masih banyak masyarakat yang menganggap kasus pelanggaran netralitas yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai hal biasa dan tidak perlu dibesar besarkan termasuk tidak perlu dilaporkan kepada lembaga terkait. Terakhir, pentingnya penyelenggaraan pemilu yang lebih transafaran, akuntabel dan responsible dan tepat sasaran agar pemerintah mendapatkan kepercayaan masyarakat sehingga masyarakat akan lebih semangat untuk ikut serta dalam mensukseskan program-program pemerintahan.

Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) Sebagai abdi negara serta sebagai pelayan publik di harapkan pada Pemilu serentak tahun 2024 tidak terlibat dalam politik praktis baik itu di pemilu maupun di pemilihan. Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) haruslah bersikap netral terhadap segala bentuk politik praktis, tahun politik yang diproyeksikan akan memanas jangan sampai membuat Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) tidak bekerja secara profesional hanya karena pandangan politis yang berbeda, sehingga sangat penting sekali bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan apapun sebagaimana di amanatkan dalam peraturan perudang-undangan.



Kendari Kini bisa diakses melalui saluran Google News atau Google Berita pada link ini.

👇

Saluran Google News Kendarikini.com



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait