Diduga Melakukan Perambahan Hutan, PT. WMB di Konut Diadukan ke KLHK RI dan Mabes Polri
Kendari – Puluhan pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam lembaga Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar aksi demonstrasi di depan gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia (RI) menuntut proses hukum terhadap pimpinan PT.WMB.
Arin Fahul Sanjaya, selaku koordinator lapangan pada aksi tersebut mengatakan, kedatangan mereka di kantor Kementerian LHK RI adalah untuk mengadukan dugaan perambahan hutan oleh PT.WMB di Kabupaten Konawe Utara.
“Kehadiran kami di Kementerian Lingkungan Hodup dan Kehutanan hari ini berkaitan dengan dugaan perambahan hutan yang dilakukan oleh PT. WMB di Konawe Utara,” Katanya saat ditemui usai melaksanakan aksi unjuk rasa di depan kantor KLHK RI, Jumat 3 Februari 2023.
Pria yang akrab disapa Arin itu menambahkan, selain melakukan aksi demonstrasi di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, pihaknya juga melakukan aksi yang sama di depan Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
“Jadi aksi hari ini kami ada 2 rute, yakni di Kementerian LHK RI dan Mabes Polri. Sebab menurut kami keduanya harus bersinergi agar pimpinan PT.WMB bisa segera di proses hukum,” jelasnya.
Sementara itu, direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) Hendro Nilopo selaku penanggung jawab aksi tersebut mengungkapkan, dugaan perambahan hutan oleh PT. WMB sangat jelas berdasarkan data yang pihaknya miliki.
Bahkan, kata dia, PT.WMB tidak hanya melakukan perambahan hutan. Tetapi juga melakukan penjualan mineral logam berupa nikel yang diduga di peroleh dari melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
“Berdasarkan data yang telah kami serahkan ke KLHK dan Mabes Polri itu jelas ada penjualan nikel oleh PT. WMB senilai kurang lebih 7.000 Matric Ton sekitar bulan Agustus hingga bulan September 2022 lalu”. Ungkapnya
Sementara saat itu, lanjut Hendro, sekitar bulan Agustus hingga bulan September tahun 2022, PT. WMB belum mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian LHK RI.
“Mereka (PT. WMB) melakukan penjualan menggunakan Jetty PT. TMM di Marombo, Konawe Utara lalu di kirim menuju Jetty GNI di Morowali Utara, Sulawesi Tengah,” jelasnya.
Mahasiswa S2 Ilmu Hukum UJ Jakarta itu menilai, dugaan perambahan hutan oleh PT. WMB mestinya tidak dapat di tolerir lagi. Sebab dugaan perambahan hutan tersebut terjadi pasca berlakunya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Kegiatan pertambangan PT. Wisnu Mandiri Batara di dalam kawasan hutan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan bertentangan dengan ketentuan pada Pasal 50 ayat (2) huruf a junto Pasal 78 ayat (2) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dengan paragraf 4 Pasal 26 angka 17 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 7,5 miliar,” tutur pengurus DPP KNPI Pusat itu.
“Junto Pasal 89 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana diubah dengan paragraf 4 Pasal 27 angka 5 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 1,5 miliar dan paling banyak Rp. 10 miliar,”tambahnya.
Oleh karena itu, aktivis nasional asal Konawe Utara itu menegaskan, pihaknya akan terus mengawal dugaan perambahan hutan oleh PT. Wisnu Mandiri Batara (MWB) sampai ada proses hukum terhadap unsur pimpinan PT. WMB.
“Kami akan terus mengawal kasus ini sampai ada proses hukum terhadap pimpinan PT. Wisnu Mandiri Batara berkaitan dengan dugaan perambahan hutan yang dilakukan,”pungkasnya.
Terkait hal tersebut Jurnalis media ini masih berusaha mengkonfirmasi pihak terkait.***