Gubernur Sultra Beberkan Rendahnya PAD dari Sektor Pertambangan

KENDARIKINI.COM – Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Andi Sumangerukka membeberkan rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sultra dari sektor pertambangan nikel, meski terdapat 96 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang beroperasi di wilayah tersebut.
Keluhan itu ia sampaikan langsung kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, Bahlil Lahadalia, saat menghadiri Musyawarah Daerah (Musda) ke-XI DPD I Partai Golkar Sultra di Hotel Claro Kendari, Minggu 2 November 2025.
Dalam sambutannya, Gubernur Andi Sumangerukka mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi keuangan daerah. Ia menyebut, berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, Sultra menempati peringkat kedua terbawah secara nasional dalam penerimaan PAD.
“Kondisi finansial Provinsi Sulawesi Tenggara sangat memprihatinkan. Berdasarkan data dari Kemendagri, Sultra berada di urutan nomor dua dari belakang dalam penerimaan PAD, hanya di atas Papua Pegunungan. Padahal, ada 96 IUP yang beroperasi dan 90 juta metrik ton nikel setiap tahun diambil dari sini,” ungkap Andi Sumangerukka.
Ia memaparkan, dari perhitungan kasar potensi ekonomi nikel, Sultra bisa menghasilkan nilai hingga Rp100 triliun per tahun, namun realisasi dana bagi hasil (DBH) yang diterima daerah hanya sekitar Rp833 miliar.
“Kalau dihitung, 90 juta metrik ton dikali harga pasar, itu bisa mencapai Rp57 triliun. Belum termasuk produk turunannya. Tapi yang kami terima tidak sampai Rp1 triliun. Ini ironis sekali,” ujarnya.
“Kami sudah datang kemana-mana Pak dan bahkan terakhir kami datang ke Kementerian Keuangan. Dan menanyakan untuk dana transfer saja, dana transfer itu di tahun 2023 saja masih ada Rp39 miliar yang belum diberikan,” sambungnya.
Selain itu, Gubernur Andi juga menyoroti lemahnya kewenangan pemerintah daerah dalam menagih kewajiban perusahaan tambang terhadap PAD, termasuk dari bahan bakar industri, air permukaan, dan pajak kendaraan.
“Dari tiga sumber itu saja, kalau semua perusahaan membayar kewajiban, kita bisa dapat tambahan sekitar Rp1 triliun. Tapi kami tidak punya kewenangan untuk memaksa. Saya bahkan pernah hentikan satu perusahaan yang menunggak hingga Rp200 miliar, tapi akhirnya hanya membayar Rp11 miliar,” jelasnya.
Gubernur juga meminta kepada Menteri ESDM agar perusahaan tambang yang belum memenuhi kewajiban ke daerah tidak diberikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) baru.
Menanggapi hal tersebut, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan kesiapannya untuk menindaklanjuti keluhan tersebut. Ia berjanji akan menyelesaikan persoalan dana bagi hasil dan kewajiban perusahaan tambang dalam waktu dua bulan.
“Saya janji untuk Pak Gubernur, bawa datanya. Saya akan selesaikan dalam dua bulan. Kalau ada perusahaan yang tidak bayar kewajiban, itu kurang ajar. Total sekitar Rp3 triliun harus dikembalikan ke daerah untuk pembangunan di seluruh kabupaten di Sultra,” tegas Bahlil yang juga Ketum Partai Golkar.
Bahlil menambahkan, komitmen tersebut merupakan bentuk pengabdiannya kepada negeri, khususnya untuk memperbaiki tata kelola pertambangan di Sulawesi Tenggara agar lebih berpihak kepada daerah penghasil.*













