KLHK Kenakan Sanksi Denda Administratif PNPB PPKH ke PT BHR

KENDARIKINI.COM – PT Binanga Hartama Raya (BHR) perusahaan yang bergerak di Pertambangan yang beroperasi di Provinsi Sultra berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.531/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2021 tentang Data Dan Informasi kegiatan usaha yang telah terbangun dan kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang Kehutanan Tahap II (Dua).
PT BHR merupakan salah satu perusahaan dari 313 Perusahaan dalam SK tersebut yang mesti melakukan pembayaran denda administratif PNPB PPKH.
SK yang ditandatangani Plt Biro Hukum MenLHK, Maman Kusnandar ini mewajibkan BHR untuk mengikuti skema penyelesaian sesuai UU Cipta Kerja atau Omninbus Law.
Dalam SK tersebut menerangkan didalam IUP PT BHR terdapat luasan indikatif area terbuka di Kawasan HPT.
PT BHR dikenakan pasal 110 B yang berbunyi (1) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (II huruf b, huruf c, dan/ atau huruf e, dan/atau Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c, dan/atau huruf e, atau kegiatan lain di Kawasan Hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha yang dilakukan sebelum tanggal 2 November 2020 dikenai sanksi administratif, berupa:
a. Penghentian sementara kegiatan usaha;
b. Pembayaran denda administratif; dan/atau
c. Paksaan pemerintah.
(2) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/ atau di sekitar Kawasan Hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus dengan luasan paling banyak 5 (lima) hektare, dikecualikan dari sanksi administratif dan diselesaikan melalui penataan Kawasan Hutan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pemerintah Republik Indonesia untuk mengatasi hal tersebut saat ini membentuk Satgas Penertiban Kawasa Hutan (PKH) dibawah Kementerian Pertahanan berdasarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Dengan adanya Perpres tersebut ditunjuklah satgas, yang akan menindaklanjuti penertiban kawasan hutan, satgas tersebut diketuai oleh Menteri Pertahanan, Wakil I Jaksa Agung, Wakil II Panglima TNI, Wakil III Kapolri, dan sebagai Pelaksananya Jampidsus.
Dilansir dari MODI ESDM komposisi kepemilikan saham perusahaan PT Jacaranda Indonesia Investama sebesar 28 Persen, PT Daidan Grup Indonesia 28 Persen, PT Virtur Dragon Nickel Industry 24 Persen dan PT Rowan Sukses Investama 20 Persen.
Sementara komposisi direksi diisi oleh Komisaris Eddy Sutantio dan Direktur Sahril.*