Komut PT TMM Diduga Terlibat TPPU, Beranikah Kejaksaan Menindak?
KENDARIKINI.COM – Kuasa hukum Rudy Hariadi Tjandra, Nasruddin meminta Kejati Sultra melakukan pemeriksaan terhadap Komut PT TMM Tri Firdaus Akbarsya merupakan perintah majelis hakim berdasarkan putusan perkara korupsi tambang di PN Tipikor Kendari yang dibacakan pada 6 Mei 2024 lalu.
“Seharusnya, sejak setelah putusan itu dibacakan, penyidik langsung melakukan pemanggilan dan memeriksa Tri Firdaus Akbarsya. Karena putusan hakim itu sifatnya perintah,” ujar Nasrudin.
Namun, sejak setelah putusan dibacakan hingga saat ini, penyidik Kejati Sultra belum pernah melakukan pemeriksaan terhadap Tri Firdaus Akbarsya.
Nasruddin pun telah menyurati Kejaksaan Agung untuk memberi atensi kasus ini agar memerintahkan Kejati Sultra segara memeriksa Tri Firdaus Akbarsya.
Berdasarkan fakta persidangan yang dijabarkan dalam putusan PN Tipikor Kendari, PT TMM menyewakan dokumen terbang kepada Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining (LAM) Glen Ario Sudarto.
PT TMM sendiri memiliki kuota penjualan bijih nikel berdasarkan persetujuan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) yang diberikan oleh Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.
Selanjutnya, Glen Ario Sudarto menggunakan dokumen PT TMM itu untuk menjual bijih nikel yang dikeruk oleh sejumlah perusahaan tambang secara ilegal di wilayah IUP PT Antam kepada pembeli.
Hasil sewa ‘dokter’ senilai Rp 83,4 miliar atau 6 dolar AS ini kemudian diserahkan kepada Direktur PT TMM Rudi Hariyadi Tjandra.
Selanjutnya, Rudi Tjandra mentransfer uang itu ke rekening perusahaan dan melaporkannya ke bendahara PT TMM bernama Kamaluddin.
“Kamaluddin diperintahkan untuk mentransfer uang itu ke Rudi Tjandra 2,5 dolar AS. Untuk Rudi Tjandra sendiri 0,5 dolar AS atau sekitar Rp 7 miliar. Sisanya ditransfer ke rekening pribadi Tri Firdaus, jadi Rudi Tjandra menerima manfaat dari penjualan kuota ini,” urai Nasruddin.
Namun, kata Nasruddin, hakim justru menjatuhkan vonis Rudy Hariyadi Tjandra 5 tahun penjara dan membayar uang pengganti senilai Rp 83,4 miliar tersebut. Padahal, dirinya hanya menerima Rp 7 miliar.
Seharusnya, tutur Nasrun, pihak yang dibebankan tanggung jawab untuk membayar uang pengganti Rp 83,4 miliar dikurangi Rp 7 miliar itu adalah Tri Firdaus Akbarsya.
“Saya bertanya ke kejaksaan, kalau Glen di-TPPU (ditersangkakan lagi), kanapa Tri Firdaus didiamkan, saya patut menduga ya, jangan sampai ada sesuatu dibalik ini,” tandasnya.
Terkait hal tersebut Kasipenkum Kejati Sultra, Dody akan mengecek terlebih dahulu.
“Sementara saya cek ya, ” ujarnya.
Sebelumnya juga salah satu praktisi hukum, Andre Darmawan kembali menanggapi persoalan Tipikor di WIUP PT Antam Site Konut.
Ketua KAI Sultra ini meminta Kejati Sultra untuk memaksimalkan penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam perkara ini, pasalnya beberapa aset yang disita masih jauh dengan angka kerugian yang ditimbulkan dalam perkara ini.
“Dari awal kan kita mendorong supaya ada TPPU, kan kejaksaan tetapkan kerugian negara 5,7 Triliun, nah sekarang berapa aset yang disita-sita itu tidak sampai seratus milyar, sehinggakan mereka harusnya memaksimalkan TPPU itu, untuk mencari itu, jangan hanya dari sisi Lawunya saja,” kata Ketua Himpunan Pengacara Pertambangan Nikel Indonesia (HPPNI).
“Yang kemarin-kemarin jual dokumen juga dan pihak lainnya harus dikejar juga TPPUnya, kan uang mengalir kesitu, untuk memaksimalkan TPPU,” tambahnya.
Lanjutnya, bahwa pihaknya juga meminta Kejati Sultra tidak berhenti hanya pada 12 Terdakwa yang sudah divonis dan 2 Tersangka yang telah ditetapkan melakukan TPPU.
“TPPU ini kan pasti luas, yang menyamarkan, yang menyembunyikan, memindahkan, yang transfer, ini harus dikejar, harus ditelusuri, kan tindak pidana asalnya kemarin sudah terbukti dengan 12 tersangka sudah divonis, dan dua tersangka telah ditetapkan melakukan TPPU,” pungkasnya.
Aksi demontrasi juga beberapa kali dilaksanakan menyuarakan terkait dugaan keterlibatan Komut PT TMM, Jenderal Lapangan Koalisi Lembaga Sipil Indonesia, Awaludin Sisila, saat melakukan orasi di depan kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, Senin (22/4/2024).
“Kami mempertanyakan status Komisaris PT. TMM yang hingga saat ini tidak ada kejelasan,” ujarnya.
Sebelumnya juga Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) telah menetapkan 2 (dua) orang tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) berdasarkan Surat Penetapan Tersangka pada Selasa (23/7/2024).
Kedua tersangka itu yakni GAS selaku pelaksana lapangan PT. Lawu Agung Mining (PT. LAM) berdasarkan Surat Penetapan Tersangka nomor B-01/P.3/Fd.2/07/2023 tanggal 23 Juli 2024, Selanjutnya tersangka WAS selaku pemilik PT. Lawu Agung Mining (PT. LAM) berdasarkan Surat Penetapan Tersangka nomor B-02/P.3/Fd.2/07/2023 tanggal 23 Juli 2024.
“Keduanya ditetapkan sebagai tersangka TPPU dari Tindak Pidana asal yaitu kasus Tindak Pidana Korupsi pertambangan ore nikel pada WIUP PT. Antam, TBk di Blok Mandiodo Konawe Utara Sulawesi Tenggara,” kata Kepala Seksi penerangan dan hukum Kejati Sultra, Dody.*