Owner Afika Bantah Pembelian Tapi Mengaku Sudah Bayar DP

KENDARIKINI.COM — Polemik jual beli sebidang tanah di Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari, kini menyeret nama perusahaan properti Afika Land.
Perusahaan properti lokal itu disebut-sebut terlibat dalam pembelian lahan yang status kepemilikannya masih diperebutkan antar ahli waris keluarga almarhum Koila.
Melalui akun TikTok resminya, @sahir.properti, Owner Afika Land, Sahir, menyampaikan bantahan atas tudingan bahwa perusahaannya telah membeli tanah yang masih berstatus sengketa tersebut.
“Saya sebagai owner Afika membantah telah membeli tanah tersebut karena kronologinya tanah tersebut memang ingin saya beli, ingin membeli tanah tersebut sebagai lokasi baru, tapi sifatnya masih rencana,” ujar Sahir dalam video klarifikasinya.
Menurutnya, karena masih sebatas rencana, belum ada langkah administratif seperti pembayaran ataupun proses balik nama dan aktivitas fisik yang dilakukan di atas lahan tersebut.
“Karena sifatnya masih rencana makanya belum ada aktivitas di atasnya, belum ada balik nama,” katanya.
Namun dalam pernyataan yang sama, Sahir mengakui telah membayar uang muka atau down payment (DP) atas lahan tersebut.
“Masih sebatas DP, sebagai calon pembeli, mengetahui ahli warisnya ternyata antara mereka bersaudara yang mana mereka saling lapor ke Polda, mengetahui hal tersebut maka saya sebagai calon pembeli berencana akan mundur dan batal untuk membeli tanah tersebut,” lanjutnya.
Pernyataan itu justru menimbulkan tanda tanya baru. Pasalnya, menurut kuasa hukum pelapor, Andri Darmawan, menilai klarifikasi Afika Land tidak sepenuhnya menggambarkan fakta di lapangan. Kata dia pembayaran dari pihak Afika kepada salah satu ahli waris memang sudah dilakukan.
“Kan ada klarifikasi dari pihak Afika, bahkan itu katanya pemberitaan kemarin itu hoax. Jadi kita mau sampaikan bahwa pihak dari Afika sudah melakukan pembayaran terhadap tanahnya Bapak almarhum Koila,” kata Andri.
Andri menyebut, meski nilai transaksi tidak dapat dipastikan karena bukti transfer tidak diserahkan, namun keberadaan pembayaran memang sempat diperlihatkan saat proses mediasi di Polda.
“Itu nilainya memang kita tidak bisa pastikan seberapa besar karena pada saat pelaporan di Polda kemarin sempat ditunjukkan bukti transfer tetapi kita tidak diberikan, bahkan handphone klien kami pada saat mediasi itu dikumpulkan. Jadi bukti-bukti itu kita tidak bisa verifikasi berapa total yang sudah ditransfer pihak Afika kepada saudara M,” ujarnya.
Meski begitu, Andri menyebut ada informasi yang beredar bahwa nilai pembelian mencapai Rp3,5 miliar. Ia juga menyebut adanya perjanjian jual beli antara pihak M dan Afika Land.
“Informasi yang beredar bahwa nilai pembelian itu 3,5 miliar rupiah, bahkan kemarin juga itu sudah sempat diperlihatkan ada perjanjian mereka, dari pihak M dan pihak Afika,” katanya.
Lanjut, Andri menilai klaim Oner bahwa belum ada aktivitas di lokasi bertolak belakang dengan bukti yang mereka miliki.
“Nah itu ada bukti-bukti video bahwa itu sudah dilakukan penggusuran dan kliring, itu kan menjadi pertanyaan siapa yang melakukan kliring di situ. Tidak mungkin alat-alat berat itu datang melakukan kliring kalau tidak ada yang memerintahkan,” tegasnya.
Ia juga menyoroti aspek legalitas transaksi yang dianggap cacat hukum karena penjual disebut tidak memiliki kewenangan sah atas tanah tersebut.
“Kalau pembelian itu kan kita harus melihat apakah dia membeli tanah itu kepada pihak yang berhak menjual. Sebagaimana kita ketahui bahwa dari pihak penjual ini kan masih bersengketa atau bermasalah hukum,” jelasnya.
Andri menjelaskan bahwa pihaknya menemukan sejumlah kejanggalan dalam dokumen yang digunakan M untuk menjual tanah keluarga itu.
“Ada surat keterangan ahli waris yang dipalsukan, kemudian ada juga surat pernyataan penguasaan fisik juga yang dipalsukan. Sehingga kalau penjualnya tidak clear, harusnya pembelian itu tidak sah,” kata dia.
Lebih jauh, Andri juga menyayangkan aktivitas pembersihan lahan yang sudah dilakukan, meski proses hukum belum tuntas.
“Kita sayangkan bahwa sekarang ini sudah dilakukan kliring dan dilakukan aktivitas di lahan sengketa itu padahal ini masih ada persoalan hukum yang belum selesai,” lanjutnya.
Menurutnya, mediasi yang difasilitasi pihak kepolisian pun berakhir buntu karena kedua pihak tetap pada pendiriannya masing-masing.
“Pihak mediasi kemarin mereka tetap bertahan, dari pihak Afika dia bertahan bahwa dia menganggap pembeliannya ini sudah benar. Padahal kan kita mediasi itu untuk mencari jalan bahwa ini pembeliannya dan penjualannya itu tidak benar, karena di situ ada hak ahli waris yang dihilangkan sehingga mediasinya kemarin itu deadlock,” Pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, seorang aparatur sipil negara (ASN) yang bertugas di pemkot Kendari berinisial M, yang juga mantan lurah Kandai, dilaporkan ke Polda Sulawesi Tenggara oleh saudaranya, Rosmala Dewi. Ia diduga memalsukan surat ahli waris atas sebidang tanah peninggalan almarhum orang tuanya dan menjualnya tanpa mencantumkan nama ahli waris lain. Tanah itu kemudian disebut-sebut menjadi objek transaksi dengan pihak Afika Land.
Hingga kini, proses hukum terkait dugaan pemalsuan dokumen ahli waris dan keabsahan transaksi jual beli tanah di Puuwatu masih bergulir di Polda Sulawesi Tenggara. Belum ada kepastian apakah status uang muka yang telah diserahkan akan dikembalikan, atau justru menjadi bagian dari pembuktian di tahap penyidikan.*













