Janji Manis Pembangunan Smelter tetapi Malah Asyik Nambang, Siapa Bertanggungjawab?
Oleh: Ibrahim
Seperti biasa kuawali tulisan ini dengan segelas Kopi Hitam langgananku disalah satu sudut Kota Kendari.
Kumulai tulisan ini dengan membakar rokok kretek kesukaan sembari menikmati dinginnya malam ini ditemani pekatnya kopi ini.
Sulawesi Tenggara adalah salah satu provinsi dengan potensi nikel dengan cadangan terbesar, kaidah penambangan yang baik atau good mining practice adalah sebuah keharusan yang mesti dijadikan para pelaku usaha di bidang pertambangan tanpa terkecuali.
Namun realita dilapangan berbanding terbalik dari soal Penambangan dilahan koridor, Penggunaan dokumen terbang, penyerobotan lahan dan masih banyak persoalan lainnya yang kerap disoroti dan kerap wara-wiri diperbincangkan baik di warung kopi ataupun group WhatsApp.
Ada satu mungkin yang terlupa menurut saya, modus ini sudah dilakukan oleh beberapa perusahaan, dan bahkan masih berjalan hingga sekarang.
Modus janji pembangunan smelter, tetapi malah asyik menambang, janji hanya tinggal janji, peletakan batu pertama hanya jadi ajang seremonial tanpa kejelasan pembangunan pabrik smelter pengelolaan pemurnian nikel.
Tercatat beberapa perusahaan di Sultra melakukan modus tersebut yang katanya mengakali agar kuota produksi berkelimpahan.
Banyak janji yang sudah digembar-gemborkan, yang sangat merasakan adalah masyarakat lingkar tambang yang dulunya adalah petani dan pelaut mesti beralih profesi, belum lagi lahan kadang yang diserobot dan bahkan berujung pada jeruji besi jika masyarakat melawan terlalu frontal terhadap perusahaan.
Janji pemberdayaan masyarakat lingkar tambang, penyerapan tenaga kerja tetapi realitanya hanya satu pak mi instan dan beras kemasan 5 Kilogram itupun mesti berteriak terlebih dahulu ataupun jika terjadi bencana banjir dan longsor.
Kini perizinan pertambangan khususnya nikel telah ditarik oleh Pemerintah Pusat, Daerah kini sudah tak punya kewenangan.
Hal ini juga yang menjadi dalih pemerintah daerah “Semua sudah ditarik ke pusat, kita bisa apa,” begitu kira-kira argumen para pemangku kepentingan di daerah.
Lalu ketika ini terus berlarut-larut, bagaimana untuk menghentikannya?
Jawabannya adalah kita mulai pada Pemilu 2024 kali ini, kita masyarakat Sultra mesti memilih Legislatif dan Eksekutif yang betul-betul berjuang untuk masyarakat.
Legislatif dan Eksekutif di daerah yang berani melawan dan memperjuangkan hak-hak masyarakat.
Kita tak boleh lagi kecolongan dengan janji-janji manis pembangunan smelter tetapi malah asyik menambang.
Kita tak boleh dinina bobokan oleh janji-janji manis eksekutif dan legislatif yang hanya memperkaya diri dan kroni-kroninya.
Jangan mau suara anda dibeli dengan uang dan sembako yang tidak seberapa, masa depan anak cucu kita ada ditangan kita masyarakat Sultra.***