Pemprov Sultra Ikuti Rakor Inflasi Secara Virtual

KENDARIKINI.COM – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah yang rutin diselenggarakan setiap minggu oleh Kementerian Dalam Negeri secara virtual, Senin (7/7/2025). Rapat yang dipimpin langsung oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ini diikuti oleh seluruh pemerintah daerah dari berbagai provinsi di Indonesia, termasuk jajaran Pemprov Sultra yang mengikuti dari Ruang Rapat Biro Perekonomian Setda Provinsi.

Rakor ini juga menghadirkan sejumlah pejabat tinggi nasional seperti Menteri PPN/Kepala Bappenas Prof. Rachmat Pambudy, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Edy Priyono, dan Staf Ahli Menteri Pertanian Suwandi.

Dari jajaran Pemprov Sultra, hadir langsung Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Sekretaris Dinas ESDM, perwakilan Bank Indonesia dan BPS, Inspektorat, serta sejumlah instansi teknis terkait lainnya.

Rakor Pengendalian Inflasi Daerah tersebut tidak hanya membahas isu inflasi, tetapi juga mengulas strategi menjaga pertumbuhan ekonomi serta mengevaluasi dukungan pemerintah daerah terhadap program pembangunan 3 juta rumah.

Dalam paparannya, Mendagri Tito Karnavian menyampaikan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menjaga stabilitas harga serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan, Indonesia berada di peringkat ke-45 dari 185 negara, yang menurut Tito masih menunjukkan adanya tantangan besar di sektor ekonomi.

“Kalau ingin masyarakat sejahtera, maka ekonomi daerah harus tumbuh. Kalau tumbuh, otomatis pendapatan naik, kemiskinan turun, layanan publik membaik,” ujarnya.

Ia juga memaparkan data pertumbuhan ekonomi daerah pada triwulan I tahun 2025, di mana Papua Barat mencatat pertumbuhan sebesar 25,53% dan Maluku Utara mencapai 34,58%.

Lebih lanjut, Mendagri menegaskan beberapa langkah penting yang perlu dipedomani oleh pemerintah daerah, yakni:

1. Menjaga ketersediaan stok dan stabilitas harga komoditas pangan melalui langkah konkret TPID;
2. Meningkatkan sinergi pusat-daerah dan stakeholder dalam menjaga pertumbuhan ekonomi;
3. Memberikan dukungan terhadap program nasional pembangunan 3 juta rumah.

Tito juga menjelaskan jenis-jenis inflasi, yaitu Volatile Goods (bahan makanan seperti beras, cabai, ayam), Administered Prices (barang/jasa dengan harga diatur pemerintah seperti BBM, listrik, transportasi), serta Core Inflation (inflasi jangka panjang seperti emas dan suku bunga bank).

Menteri PPN/Kepala Bappenas, Prof. Rachmat Pambudy, menyampaikan strategi pemantauan dan percepatan pertumbuhan ekonomi nasional dan regional dengan target 8 persen. Strategi tersebut mencakup: Pemantauan indikator ekonomi daerah, Pengawalan hambatan melalui koordinasi lintas pemangku kepentingan, Percepatan melalui langkah nyata di daerah.

Beliau juga menekankan pentingnya dashboard pemantauan ekonomi serta 9 langkah percepatan pertumbuhan ekonomi, yaitu:

1. Pengendalian harga bahan pokok,
2. Perluasan lapangan kerja,
3. Percepatan realisasi APBD dan proyek infrastruktur,
4. Peningkatan produktivitas pertanian hingga perikanan,
5. Dukungan terhadap industri manufaktur,
6. Percepatan investasi (PMA dan PMDN),
7. Mempermudah perizinan,
8. Pencegahan ekspor-impor ilegal,
9. Percepatan program bantuan sosial dan pangan.

Sementara itu, Kepala BPS RI, Amalia Adininggar, dalam presentasinya menekankan bahwa perekonomian nasional merupakan agregasi dari kinerja ekonomi daerah. Oleh karena itu, peran aktif pemerintah daerah sangat penting untuk menjaga inflasi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Ia juga menegaskan pentingnya data yang akurat dan siap mendukung kementerian dan pemerintah daerah dalam orkestrasi kebijakan percepatan ekonomi.

Usai mengikuti Rakor Pengendalian Inflasi Daerah yang dipimpin langsung oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Sulawesi Tenggara, Ari Sismanto, menegaskan pentingnya langkah konkret dan kerja sama lintas sektor dalam menjaga inflasi tetap terkendali, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Berdasarkan data BPS yang telah dirilis, tingkat inflasi Provinsi Sulawesi Tenggara per Juni 2025 tercatat sebesar 0,7% secara bulanan, 2,52% secara year-on-year, dan 2,74% secara year-to-date. Angka ini masih dalam rentang target inflasi nasional sebesar 1,5–3,5 persen. Namun, ia menekankan perlunya kewaspadaan karena terdapat beberapa daerah di Sultra yang sudah mendekati batas atas target inflasi.

“Empat daerah Indeks Harga Konsumen (IHK) di Sultra seluruhnya mengalami inflasi y-on-y, tertinggi di Kabupaten Konawe sebesar 3,88%, disusul Kolaka 3,34%, Baubau 3,11%, dan Kota Kendari 1,47%. Ini menandakan perlunya intervensi cepat di daerah-daerah tersebut,” ujar Ari.

Kadis Ketapang Sultra, menyampaikan bahwa pemerintah daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) telah menyiapkan enam langkah konkret yang akan segera dilaksanakan, yaitu:

1. Operasi pasar murah di wilayah strategis,
2. Inspeksi pasar dan distributor untuk mencegah penimbunan barang,
3. Kerja sama antar daerah dalam pasokan pangan,
4. Gerakan menanam secara masif,
5. Realisasi dana Belanja Tak Terduga (BTT),
6. Dukungan logistik dan transportasi dari APBD.

“Seluruh OPD terkait diminta berperan aktif. Jangan hanya biro ekonomi. Perlu kerja bersama untuk menjaga stabilitas harga bahan pokok,” tegasnya.

Menurut Ari, beberapa komoditas yang berpotensi menyumbang inflasi dalam waktu dekat antara lain beras, bawang merah, dan cabai rawit, yang mengalami kenaikan harga akibat musim penghujan dan gangguan pasokan.

“Kita juga menghadapi tantangan dari sektor perikanan akibat musim angin timur. Tapi kita tidak bisa hanya berpangku tangan. Intervensi lewat gerakan panen, distribusi logistik, hingga bantuan sosial pangan harus segera dilaksanakan,” lanjutnya.

Ari juga menyebutkan bahwa sebanyak 187.723 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) akan menerima bantuan pangan berupa 10 kg beras per bulan selama dua bulan, yang mulai disalurkan minggu ini. Ia berharap sinergi antara Dinas Ketahanan Pangan kabupaten/kota dan Dinas Sosial dapat mempercepat proses penyaluran ini.

Dalam paparannya, Ari menyoroti rendahnya serapan APBD Sultra yang masih di angka 39,62%. Ia menyampaikan bahwa rendahnya realisasi anggaran turut memengaruhi lambatnya perputaran ekonomi di masyarakat.

“Kita perlu percepatan realisasi belanja, terutama yang menyentuh sektor riil. Kalau APBN tidak cukup dan APBD terbatas, kita harus kolaborasi, misalnya dengan BI atau pihak swasta. Uang pemerintah yang beredar sangat penting untuk daya beli masyarakat,” pungkasnya.

Ari juga mengajak semua pihak untuk mewaspadai kemungkinan naiknya harga pangan dalam enam bulan ke depan. Ia menegaskan pentingnya kesigapan semua tim TPID untuk bergerak cepat dan taktis menjaga stabilitas inflasi.*



Kendari Kini bisa diakses melalui saluran Google News atau Google Berita pada link ini.

👇

Saluran Google News Kendarikini.com



Berita Terkait