Diduga Terlibat Kampanye ASMARA, Gakkumdu Serahkan Oknum ASN Koltim ke Kejari Kolaka
KENDARIKINI.COM – Kepala Puskesmas Tinondo, Sulkarnain, terlibat dalam dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur.
Atas dugaan tersebut pihak Penyidik Gakkumdu Polres Kolaka Timur resmi menyerahkan tersangka dan barang bukti terkait kasus tindak pidana pemilihan kepada Kejaksaan Negeri Kolaka pada (14/11/2024) pukul 11.30 WITA.
Hal ini berdasarkan berkas perkara dinyatakan lengkap atau P21, sesuai dengan surat P21 Nomor B-1070/P.3.12/Eku.1/11/2024 tanggal 13 November 2024.
Penetapan Sulkarnain sebagai tersangka setelah polisi menerima Laporan Polisi Nomor LP/B/27/X/2024/PolresKoltim/PoldaSultra, tertanggal 29 Oktober 2024.
Kemudian, penyerahan tahap II di Kantor Kejaksaan Negeri Kolaka didampingi oleh Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa (P3S) Bawaslu Kolaka Timur beserta staf.
Terkait hal tersebut, AKP Harry Prima Koordinator Gakkumdu dari unsur kepolisian yang juga Kasat Reskrim Polres Kolaka Timur mengatakan, penetapan tersangka terhadap Sulkarnain didasarkan pada bukti yang cukup, sesuai dengan Pasal 184 KUHAP, termasuk bukti elektronik.
Foto Sulkarnain yang viral di media sosial menunjukkan dirinya berada di kediaman yang juga posko pasangan calon Azis-Yosep, dengan nomor urut 1 atau dikenal dengan sebutan “ASMARA,” di Kecamatan Lambandia.
Dalam foto tersebut, Sulkarnain terlihat mengenakan topi merah, duduk santai dengan beberapa orang sambil mengangkat jempol, yang diduga bermakna simbolik sebagai wujud dukungan politik. Bukti-bukti inilah yang memperkuat dugaan pelanggaran netralitas ASN.
Atas perbuatannya, Sulkarnain dikenakan Pasal 188 ayat (1) juncto Pasal 71 ayat (1) dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020.
Untuk diketahui, ancaman hukuman bagi Sulkarnain berupa pidana penjara minimal 1 (satu) bulan hingga maksimal 6 (enam)bulan, atau denda minimal Rp 600 ribu hingga maksimal Rp 6 juta.**