Dugaan Perkara Pemerkosaan Mahasiswi oleh Oknum Anggota POM Kendari, LBH HAMI Sultra Minta Pomdam Hasanuddin Ambil Alih
Kendari – Polisi Militer Kodam (Pomdam) XIV/Hasanuddin diminta mengambil alih kasus dugaan pemerkosaan terhadap mahasiswi asal Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) inisial L yang diduga dilakukan oknum anggota POM yang bertugas di Denpom XIV/3 Kendari, Prada F.
Prada F telah diadukan korban melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Sulawesi Tenggara (Sultra) di Detasemen Polisi Militer (Dempom) XIV/3 Kendari, Senin, 3 Juli 2023
Terduga pelaku sendiri sudah diperiksa Denpom Kendari dan telah dilakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di lokasi diduga terjadinya tindak pidana kekerasan seksual.
Selain itu, Denpom Kendari sudah menerima hasil visum korban dugaan pemerkosaan yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Angkatan Darat (RSAD) Dokter Ismoyo Kendari.
Komandan Denpom Kendari, Mayor CPM Ussama mengatakan hasil visum tersebut dikeluarkan RSAD Dokter Ismoyo Kendari pada 4 Juli 2023, sehari setelah korban mengadukan terduga pelaku ke Dempom Kendari.
“Sudah (keluar hasil visum, red) dan tidak ada tanda-tanda kekerasan atau pemerkosaan,” ujar dia kepada awak media saat dihubungi lewat pesan WhatsApp, Senin (10/7/2023).
Menyikapi pernyataan Komandan Dempom Kendari, Ketua LBH HAMI Sultra, Andri Dermawan mengatakan bahwa pihaknya sudah melihat hasil visum setelah sejumlah anggotanya mendampingi korban untuk menjalani pemeriksaan ulang pada Jumat 7 Juli 2023 malam.
Dimana saat itu, anggotanya yang diutus diperlihatkan hasil visum dan hasilnya terdapat luka pada bagian vagina korban (Dari arah jam 3 ke jam 7).
“Jadi kalau mengatakan hasil visum tidak ada tanda-tanda kekerasan, hasil visum itu perlu dipertanyakan yang mana? Karena itu sudah diperlihatkan dan kami akan meminta hasil visum itu setidaknya copyannya harus diberikan kepada kita dan itu tidak boleh dirahasiakan,” ucap dia.
Selanjutnya, Andri Dermawan menyikapi terkait hasil olah TKP yang disebut tidak ditemukan adanya bercak darah di seprei dan dinding kamar, sebagaimana yang dijelaskan dalam aduan LBH HAMI Sultra.
Yang mana menurut dia, dalam olah TKP yang dilakukan Dempom Kendari, harus pihak keluarga korban dilibatkan atau dihadirkan untuk menyaksikan proses olah TKP.
Jika hasilnya tidak ditemukan bercak darah, lanjut Andri bisa saja jejak-jejak tersebut sudah dibersihkan oleh pemilik rumah. Sementara, setelah kejadian dugaan pemerkosaan tersebut korban sempat mendokumentasikan bercak darah yang ada di seprei sampai tembus ke springbed dan dinding kamar.
Karena memang, menurut pengakuan korban bahwa dia belum bersetubuh layaknya suami istri dengan siapapun, hingga pada akhirnya dia mendapat perlakuan tak senonoh.
“Mestinya keluarga korban dihadirkan untuk menjamin bahwa betul ini diperiksa. Dan saya sudah tegaskan dari awal bahwa soal bercak darah dari vagina korban itu ada foto-fotonya, jadi kami tidak mengada-ngada, karena ada bukti foto. Kalau memang saat olah TKP tidak ada, bisa saja sudah bersihkan pemilik rumah dan kalau ada yang melakukan itu berarti dia mencoba menghilangkan barang bukti,” bebernya.
Sehingga jika seperti ini arah penanganan kasus dugaan pemerkosaan yang ditangani Dempom Kendari, ia meminta agar diambil alih Pomdam Hasanuddin.
Alasannya, karena menurut dia Dempom Kendari tidak objektif. Yang mana banyak bantahan-bantahan yang tidak sesuai fakta. Kemudian, yang perlu digaris bawahi bahwa terduga pelakunya disini adalah oknum anggota TNI yang bertugas di Denpom Kendari.
Prinsipnya yang menjadi pertanyaan LBH HAMI Sultra apakah pihak Dempom Kendari akan objektif menindak salah satu anggotanya sendiri. Sehingga pihaknya berharap Pomdam Hasanuddin untuk memeriksa dan berharap bisa lebih objektif dan transparan.
“Dan dalam pekan ini, kami akan menyurat ke Pomdam Hasanuddin soal kasus dugaan pemerkosaan terhadap klien kami,” jelasnya.
Dia menegaskan bahwa, pihak keluarga sudah mencoba mencari solusinya agar persoalan ini tidak dibesar-besarkan. Dan pihak keluarga ingin masalah ini diselesaikan secara adat.
Namun apa yang terjadi, setelah terduga pelaku mengakui dan mau bertanggung jawab, justru terduga pelaku tidak memiliki itikad baik guna menemui keluarga korban.
“Saat itu melalui perwakilannya sudah sepakat masalah ini akan di bawah ke ranah adat. Tapi setelah ditunggu-tunggu pada hari Sabtu, dimana kedua bela pihak sepakat untuk menyelesaikan masalah ini, terduga pelaku tidak datang. Padahal tokoh adat sudah dipersiapkan,” pungkasnya.*