Lahan Sengketa Tapak Kuda Bypass Kendari Bakal Dieksekusi, HGU Pertama di Sultra

KENDARIKINI.COM – Polemik lahan Tapak Kuda Bypass kembali mencuat. Kuasa Khusus Koperson Fianus Arung, bersama Relawan Keadilan, menegaskan bahwa Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak bisa lari dari produk hukumnya sendiri.

Lahan seluas ±25 hektare milik Koperson bukan sekadar catatan biasa. Dokumen resmi negara menyebutkan: Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 1 di Sulawesi Tenggara adalah HGU 1059, yang terbit pertama kali sebelum munculnya HGU lain di provinsi ini. Sertifikat tersebut lahir dengan Surat Ukur, peta, dan gambar ukur tahun 1981, lengkap dengan batas-batas yang sah secara hukum.

Dengan demikian, setiap klaim atau sertifikat lain di atas lahan ini otomatis cacat yuridis. Karena sejak awal, HGU 1059 sudah ada dan tercatat sebagai HGU pertama di Sulawesi Tenggara, yang melahirkan kepastian hukum atas lahan Tapak Kuda Bypass.

Batas-Batas Jelas dan Sah

Fakta batas lahan pun tidak bisa dipungkiri. Dalam Surat Pengadilan Negeri Kendari tertanggal 14 Desember 2018, disebutkan dengan rinci:

Utara: Jalan Samudera, termasuk empang garapan Lasipala, H. Adji Rihani, Laode Ado (Alm.) Laode Abdul Rauf.

Selatan: Tanah Negara.

Timur: Tanah Negara yang digarap oleh Udin, Anwar Sanusi, A. Palosangi, Dg. Nabi, Gunawan, Budihaedjo.

Barat: Tanah Negara yang dikuasai oleh Muhtar, Tumbo Saranani, Hasim, serta tanah milik Ignatius Suwandi.

Perintah Negara yang Tidak Bisa Ditolak

Putusan pengadilan terkait HGU ini telah inkrah dan berkekuatan hukum tetap. Artinya, BPN maupun Kanwil ATR Sultra wajib menegakkan perintah negara dengan menunjuk titik ukur dan memasang kembali patok lahan.

“Ini bukan soal keinginan pribadi, ini soal hukum. Putusan pengadilan adalah perintah negara. Tidak bisa dibantah, bahkan oleh Ketua Pengadilan sekalipun. Karena sifatnya final dan mengikat,” tegas Fianus Arung.

Koperson menegaskan, pejabat yang mengabaikan eksekusi sama saja dengan melawan negara. Sebab eksekusi adalah instrumen hukum tertinggi yang dijalankan atas nama Presiden Republik Indonesia, sebagai simbol kedaulatan negara. Penyelenggara negara yang menolak atau mangkir dari kewajiban melaksanakan eksekusi dapat dipidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 216 dan 224 KUHP, serta melanggar UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 33 ayat (1).

Sertifikat Ganda: Batal Demi Hukum

Koperson menegaskan, setiap SHM atau sertifikat yang keluar setelah HGU 1059 akan batal demi hukum. Hal ini sesuai dengan Pasal 32 ayat (2) PP 24 Tahun 1997, yang menyatakan bahwa jika sudah ada sertifikat sah, maka sertifikat lain di atasnya tidak memiliki kekuatan hukum.

“Jangan mempertanyakan keabsahan Koperson. Pertanyakanlah kepada BPN yang menerbitkan sertifikat-sertifikat ganda tanpa dasar. Karena pemilik sah lahan Tapak Kuda Bypass adalah Koperson, dengan HGU Nomor 1059—HGU pertama di Sulawesi Tenggara,” pungkas Fianus Arung.

Pesan Kemanusiaan dan Ruang Diskusi

Lagi-lagi, dengan segala kerendahan hati dan atas dasar kemanusiaan, Kuasa Khusus Koperson bersama Relawan Keadilan membuka ruang diskusi yang sebesar-besarnya sebelum patok kembali dipasang dan eksekusi dijalankan.

Namun perlu digarisbawahi, setelah patok dipasang atau setelah eksekusi dilaksanakan, ruang dialog tidak akan lagi dibuka. Apalagi permohonan keringanan—itu sudah tertutup. Sebab peringatan telah disampaikan berkali-kali sejak pertama kali penetapan eksekusi keluar pada 2018.

“BPN tidak bisa berdalih tunggu putusan pusat, ini bukan perkara baru tapi perkara yang telah ada perintah eksekusi. Bukan proses pengadilan lagi tapi tinggal jalankan apa kata putusan yang merupakan perintah negara. Pejabat harus tunduk. Artinya tidak ada tawar menawar lagi. Kepala Kantor BPN Wajib hukumnya untuk melaksanakan putusan tersebut.

Sekarang tugas BPN hanya satu: memasang ulang patok yang sudah pernah mereka pasang sendiri. Karena surat ukur adalah produk BPN, dan mereka digaji negara untuk melaksanakannya. Terlebih, penetapan sita eksekusi adalah perintah negara yang wajib dilaksanakan oleh penyelenggara negara. Tidak boleh mangkir, tidak boleh menolak, sebab sama dengan melawan hukum, dan siap-siap dapat dipidana.*

Berita Terkait