Rumah Dinas Kosong, Integritas Pejabat Konsel Dipertanyakan

KENDARIKINI.COM – Sebuah fenomena yang ironis kembali menjadi sorotan publik di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel).
Meski setiap kali pelantikan penjabat daerah selalu disertai pembacaan dan penandatanganan fakta integritas salah satunya kewajiban untuk tinggal di ibu kota Andoolo kenyataannya banyak pejabat justru abai. Rumah dinas yang seharusnya dihuni, tampak kosong melompong.
Yang lebih mengejutkan, rumah dinas Ketua DPRD maupun Wakil Ketua DPRD Konsel pun tidak ditempati oleh para pemangku jabatan itu. Alih-alih dihuni wakil rakyat, rumah dinas tersebut justru dipenuhi warga yang dititipkan untuk sekadar menjaga aset.
Fenomena ini pun menuai kritik tajam dari Bupati LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Konawe Selatan, Soni Septyawan.
“Sejak awal dilantik, setiap pejabat dan ASN sudah menandatangani fakta integritas. Salah satu poin tegasnya adalah tinggal di ibu kota kabupaten, Andoolo. Tapi apa buktinya sekarang? Rumah dinas kosong, aktivitas tetap banyak dilakukan di Kendari. Ini jelas bentuk pengingkaran komitmen,” tegas Soni dalam wawancaranya, Selasa 30 September 2025.
Menurutnya, alasan keterbatasan fasilitas di Andoolo tidak bisa dijadikan pembenaran. Justru dengan keberadaan pejabat di pusat pemerintahan, roda pelayanan publik bisa lebih dekat, efisien, dan dirasakan langsung masyarakat.
“Kalau alasannya keterbatasan, justru itu yang harus dihadapi bersama. Tinggal di Andoolo adalah bentuk kehadiran simbolis dan nyata pejabat bersama rakyatnya. Kalau semua lebih memilih Kendari, lalu untuk apa ada ibu kota kabupaten?,” tambahnya.
Efisiensi Anggaran atau Pemborosan Terselubung?
Kritik juga diarahkan pada efisiensi anggaran. Dengan fasilitas rumah dinas yang sudah dibangun melalui APBD, semestinya biaya operasional bisa ditekan. Namun yang terjadi justru sebaliknya—rumah dinas dibiarkan mangkrak, pejabat masih bolak-balik Kendari, bahkan diam-diam tetap melakukan aktivitas di luar wilayah administrasi ibu kota kabupaten.
“Apakah ini yang disebut efisiensi anggaran? Rumah dinas kosong, listrik dan perawatan tetap jalan, pejabatnya tidak tinggal. Rakyat tentu berhak bertanya, kemana integritas itu?” ujar Soni dengan nada geram.
Bagi LSM LIRA, masalah ini bukan sekadar teknis kedisiplinan, melainkan menyangkut citra pemerintahan daerah. Publik melihat pejabat yang tidak menepati komitmen sebagai pengabaian terhadap tanggung jawab moral.
“Integritas itu bukan sekadar tanda tangan di atas kertas saat pelantikan. Itu adalah janji di hadapan rakyat. Kalau pejabat sendiri yang melanggar, bagaimana rakyat mau percaya? Ini ancaman serius bagi kepercayaan publik,” pungkas Soni.
Soni juga mengingatkan kembali: ibu kota Andoolo adalah jantung pemerintahan Konawe Selatan. Penjabat, ASN, dan wakil rakyat wajib hadir di sana, bukan hanya secara administratif tetapi juga secara fisik. Kosongnya rumah dinas bukan sekadar pemandangan biasa, melainkan simbol lemahnya komitmen dan potensi pemborosan anggaran.
Kini, publik menanti apakah pemerintah daerah berani menegakkan aturan dan menindak tegas pelanggar integritas, atau justru membiarkan praktik ini menjadi “tradisi sunyi” yang terus diwariskan?.*