Rekrutmen PPPK Paruh Waktu di Konsel Disorot: Kuantitas Diutamakan, Kualitas Dikesampingkan?

KENDARIKINI.COM – Proses pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) menuai sorotan tajam. Pasalnya, jumlah pegawai yang lolos terbilang fantastis, mencapai kurang lebih 4.400 orang, namun kualitas dan asas keadilannya dinilai jauh dari harapan.

Ketua LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Konsel, Soni Setyawan, menegaskan bahwa pemerintah daerah seolah terjebak pada pencapaian angka kuantitas ketimbang memastikan kelayakan dan profesionalitas.

“Bayangkan saja, se-Konsel bisa mencapai sekitar 4.400 PPPK paruh waktu. Di beberapa kecamatan terjadi penumpukan, bahkan di Sekretariat Kabupaten khususnya di bagian umum banyak nama yang lolos padahal faktanya belum cukup lima tahun bekerja, jarang terlihat kiprahnya, bahkan ada yang baru muncul. Banyak yang lolos karena faktor kedekatan dengan pejabat tertentu. Ini adalah ironi dan jelas bentuk ketidakadilan,” ungkap Soni Setyawan, Bupati LSM LIRA Konsel, Selasa (30/9/2025).

Sesuai regulasi, pengangkatan PPPK harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang menekankan prinsip “merit system” yakni rekruitmen berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, bukan atas dasar kedekatan maupun kepentingan tertentu.

Selain itu, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK secara tegas menyebutkan bahwa setiap pengangkatan PPPK wajib mempertimbangkan masa kerja, pengalaman, serta kebutuhan nyata organisasi perangkat daerah (OPD).

“Kalau aturan jelas menekankan merit system, lalu mengapa masih ada orang-orang yang lolos tanpa pengalaman cukup? Ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan dugaan praktik nepotisme yang bertentangan dengan asas keadilan,” tambah Soni.

Tak hanya soal kualitas, jumlah pengangkatan yang mencapai ribuan orang juga dikhawatirkan membebani anggaran daerah. Sementara itu, di lapangan terjadi ketimpangan distribusi tenaga. Ada kecamatan dan OPD tertentu yang menumpuk pegawai, sedangkan sektor penting lainnya kekurangan tenaga yang benar-benar dibutuhkan.

“Kalau hanya sekadar memperbanyak pegawai tanpa analisis kebutuhan yang matang, ini bukan solusi tapi justru masalah baru. Pemerintah harus berhitung, karena konsekuensinya menyangkut pembiayaan daerah dan efektivitas pelayanan publik,” tegasnya.

Soni menekankan bahwa kondisi ini tidak boleh dibiarkan. Ia mendesak Bupati Konsel, Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), serta DPRD Konsel sebagai lembaga pengawasan untuk turun tangan secara serius.

“Bupati sebagai kepala daerah wajib mengevaluasi kebijakan ini. BKPSDM harus transparan dan objektif dalam proses seleksi, sementara DPRD jangan tinggal diam—fungsi pengawasan harus dijalankan dengan tegas. Kalau tidak, ketidakadilan ini akan terus berulang dan mencederai kepercayaan publik,” pungkas Soni.

Fenomena rekrutmen PPPK paruh waktu di Konsel menjadi cermin bagaimana kebijakan publik bisa melenceng bila tidak dikawal dengan prinsip meritokrasi. Kuantitas tanpa kualitas hanya akan menghasilkan birokrasi gemuk namun lemah. Pertanyaannya, apakah pemangku kebijakan di Konsel berani melakukan evaluasi menyeluruh untuk memastikan keadilan dan profesionalisme?

Berita Terkait