BEM UHO Minta Pemerintah Evaluasi Program MBG

KENDARIKINI.COM – BEM Universitas Halu Oleo (UHO) melalui Kementerian Isu Strategis dan Analisis Kebijakan Publik menegaskan bahwa keracunan MBG bukti rakyat jadi korban Kapitalisme dan Negara Abai, Desakan Segera Evaluasi MBG.
Isu Nasional Kasus keracunan massal dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) membuktikan bahwa rakyat, khususnya anak sekolah, hanya dijadikan objek eksperimen kebijakan. Program yang diklaim meningkatkan gizi justru berubah menjadi ancaman kesehatan publik.
Menteri Isu Strategis dan Analisis Kebijakan Publik BEM UHO, Hairun mengatakan keracunan MBG tidak bisa dipandang sebagai kelalaian teknis semata, tetapi bagian dari konspirasi kapitalisme yang mengorbankan rakyat.
“Keracunan MBG adalah wajah suram kapitalisme yang membajak kebijakan negara. Anak-anak sekolah menjadi korban dari permainan korporasi dan lemahnya keberpihakan negara,” tegas Muh Hairun.
Mengacu pada Analisis Wacana Kritis (Fairclough & van Dijk), bahasa dan kebijakan negara bukanlah netral, tetapi sarat kepentingan. Wacana “bergizi gratis” yang digaungkan justru menutupi relasi kuasa antara korporasi sebagai pemenang dan rakyat sebagai korban.
Sementara itu, dengan merujuk pada teori Hegemoni Gramsci, program MBG dapat dibaca sebagai alat pencitraan politik yang dipaksakan agar tampak pro-rakyat, padahal pada praktiknya justru melanggengkan dominasi modal.
BEM UHO menilai, ada tiga hal mendasar dalam program MBG yang gagal:
1. Korporasi menang – kontrak MBG dikuasai segelintir perusahaan besar demi keuntungan.
2. Negara abai, pemerintah lemah dalam pengawasan dan tunduk pada kepentingan industri.
3. Politik pencitraan, MBG lebih berfungsi sebagai proyek politik jangka pendek ketimbang program kesehatan publik.
“Selama kepentingan modal lebih diutamakan daripada keselamatan rakyat , kasus keracunan MBG tidak akan menjadi yang terakhir. Negara harus keluar dari jerat kapitalisme politik dan mengembalikan kebijakan publik pada tujuan utamanya: melindungi rakyat, bukan melayani korporasi,” pungkasnya.*