PT Antam Site Mandiodo Bakal Kembali Beroperasi, Fachrijal Ingatkan Jangan Ulangi Sejarah Kelam

Fachrijal Noer, tokoh muda Kecamatan Lasolo, menyampaikan pandangan kritis atas rencana kembalinya PT Antam beroperasi di Blok Mandiodo dengan kuota sekitar dua juta metrik ton. Ia menegaskan bahwa dukungan dari sebagian masyarakat dan kalangan tertentu terhadap aktivitas Antam harus dipandang hati-hati, sebab sejarah masa lalu penuh dengan luka dan skandal, Sabtu 4 Oktober 2025.
Ia mengingatkan bahwa Antam sempat menjalankan KSO-MTT (Kerjasama Operasional Mandiodo, Tapuemea, dan Tapunggaya) yang melibatkan banyak pihak, termasuk kontraktor lokal. Namun praktik di lapangan justru berubah menjadi penambangan liar, perusakan hutan, dan pengelolaan brutal tanpa kendali.
Dari pola tersebut, muncul temuan mega korupsi senilai triliunan rupiah. Aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan terhadap banyak pihak, namun yang akhirnya ditahan justru pejabat dan penanggung jawab utama. Fakta ini menegaskan bahwa Blok Mandiodo bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi juga skandal hukum besar yang mencoreng nama perusahaan negara.
Di antara pihak yang terseret adalah HE (mantan General Manager PT Antam UBPN Sultra) yang hingga kini masih mendekam di Lapas Kendari. Selain itu, terdapat juga WA (pemilik PT Lawu Agung Mining / LAM) dan GS (pelaksana PT LAM) yang sudah ditahan sejak sekitar dua tahun lalu akibat keterlibatan dalam praktik ilegal di Mandiodo.
Baru-baru ini, WA dan GS kembali diproses dengan dakwaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Namun keduanya lolos dari jeratan hukum tambahan tersebut karena majelis hakim menilai kasusnya termasuk kategori nebis in idem, yakni pengulangan perkara yang sebelumnya sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Hal ini menunjukkan bahwa jejak persoalan Mandiodo masih terus membekas dan berlapis.
Tidak berhenti di situ, sejumlah pihak lain juga ikut menjadi korban hukum akibat praktik ilegal di Mandiodo. AG (Kuasa Direktur PT Cinta Jaya) ditahan karena jetty miliknya digunakan untuk pemuatan ore nikel ilegal. Sementara itu, RC (pemilik PT Tristaco) dan IY (Direktur PT KKP) juga dijebloskan ke penjara karena terbukti melakukan jual-beli dokumen penjualan ore nikel ilegal.
Fachrijal menegaskan, deretan kasus tersebut adalah bukti bahwa praktik tambang liar dan manipulasi dokumen di Mandiodo menumbalkan banyak orang. Dari pejabat perusahaan negara, pemilik perusahaan mitra, hingga kontraktor lokal, semua ikut terseret. “Inilah kenapa kita tidak boleh lagi bermain-main dengan Mandiodo. Taruhannya nyawa, hukum, dan masa depan,” ujarnya.
Ia juga menyoroti inkonsistensi sikap sebagian kalangan masyarakat. Dulu mereka menolak kehadiran Antam, kemudian menuntut pekerjaan, lalu muncul demonstrasi menentang lagi, dan kini justru memberikan dukungan agar Antam kembali beroperasi. “Fenomena ini harus dibaca kritis. Jangan sampai dukungan hari ini hanya dijadikan pintu untuk mengulang pola lama,” tegasnya.
Fachrijal menilai, wajar bila rakyat berharap Antam menghadirkan pekerjaan, pemberdayaan, dan kontribusi ekonomi. Tetapi ia menekankan, hal itu harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, bukan sekadar jadi kedok untuk melanjutkan praktik tambang ilegal, perusakan hutan, dan skema korupsi seperti yang pernah terjadi.
Ia juga menyampaikan kekhawatiran bahwa dukungan yang beredar belakangan ini bisa saja dimanfaatkan oleh oknum untuk menjadikan Antam sebagai “tameng legalitas”. Lebih berbahaya lagi, ada dugaan sebagian aparat penegak hukum ikut dimanfaatkan untuk melindungi kepentingan sempit.
Fachrijal menegaskan: “Antam adalah perusahaan negara. Jangan biarkan perusahaan sebesar itu kembali dipermalukan karena ulah segelintir oknum. Jika masuk lagi ke Mandiodo, Antam harus bersih, transparan, tunduk pada hukum, dan berpihak kepada kepentingan rakyat serta kelestarian lingkungan.”
Menurutnya, pengawasan ketat adalah kunci. Aktivitas Antam ke depan harus benar-benar dipantau publik, didampingi mekanisme hukum yang jelas, dan bebas dari praktik manipulatif. Jika tidak, ia khawatir rakyat kembali menjadi korban, sementara oknum tertentu meraup keuntungan di atas penderitaan.
Fachrijal menutup dengan peringatan tegas: “Sejarah Mandiodo sudah cukup memberi pelajaran. Jika kesalahan lama diulang, rakyat tidak akan tinggal diam. Kami akan terus mengawal, agar Antam tidak lagi menjadi kedok kepentingan, melainkan benar-benar hadir untuk keadilan, rakyat, dan masa depan Konawe Utara.*













