Kuasa Khusus Kopperson Beberkan Kronologi Kasus Sengketa Lahan Tapak Kuda Bypass Kendari

KENDARIKINI.COM – Kuasa Khusus Kopperson, Fianus Arung menilai pernyataan Ketua Komisi III DPRD Kota Kendari dalam menanggapi pelaksanaan eksekusi lahan tapak kuda bypass blunder.

Fianus mengatakan seharusnya zebagai pejabat publik sebaiknya memahami substansi perkara hukum terlebih dahulu sebelum mengeluarkan pernyataan yang justru menyesatkan dan memperkeruh situasi.

“Ucapan-ucapannya di ruang publik memperlihatkan minimnya pemahaman terhadap hukum acara perdata dan mekanisme pelaksanaan putusan pengadilan,” katanya.

Kesan yang muncul lebih berpihak pada kelompok tertentu dari pada menegakkan prinsip objektivitas seorang wakil rakyat.

Koperasi Kopperson melalui Kuasa Khusus Fianus Arung menilai bahwa komentarnya tidak hanya keliru secara substansi, tetapi juga berpotensi merusak wibawa lembaga peradilan serta menyesatkan masyarakat luas.

Hanya satu hal yang benar dalam penyampaian, yakni pernyataannya bahwa “selama ada permintaan pengadilan, BPN tidak boleh menolak.”

Kalimat itu benar. Namun pernyataan lanjutannya: “Jika pengadilan memenuhi syarat, ya silakan” justru menunjukkan ketidakpahaman yang mendasar terhadap hukum dan aturan yang berlaku.

Dari analisa bahasa dan substansi ucapannya, diduga kuat tidak memahami undang-undang dan mekanisme hukum acara eksekusi pengadilan. Ia terdengar bukan sedang menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat secara umum, tetapi wakil kelompok tertentu. Sebagai Ketua Komisi III DPRD Kota Kendari, semestinya ia mempelajari terlebih dahulu duduk persoalan, memahami kronologinya, dan meneliti dasar hukum perkara ini sebelum berkomentar di ruang publik.

Pernyataannya yang terburu-buru justru memperlihatkan kedangkalan analisis dan ketidaktahuan hukum. Ia bahkan secara tidak langsung menunjukkan keraguan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Pernyataan tersebut adalah bentuk ketidakpercayaan terhadap perintah negara sendiri.

“Saya, Kuasa Khusus Koperasi Kopperson, tertawa geli mendengar semua ungkapan La Ode Ashar. Entah La Ode Ashar belajar dari mana, sehingga ia berani berkata bahwa pemohon eksekusi tidak punya kedudukan hukum, tidak punya legal standing. Ini menambah kedunguannya.
Lebih parah lagi ketika ia mengatakan bahwa Kopperson atau Abdi Nusa Jaya bukan pihak yang berperkara selama ini. Aduh om, ke mana saja selama ini? Bukankah dalam akta notaris sudah jelas bahwa Ketua Kopperson sejak tahun 2015 adalah Abdi Nusa Jaya Hatali? Bukankah yang berperkara adalah Kopperson? Aduh om… om…,” jelasnya.

Lebih jauh lagi menyatakan bahwa “Pengadilan melakukan kesewenang-wenangan sebab tidak ada dasar hukumnya.”

Pernyataan ini jelas keliru, menyesatkan, dan merendahkan martabat lembaga peradilan. Fakta hukumnya, perkara ini telah bergulir sejak tahun 1993, melalui tingkat PN, PT, hingga Inkracht pada 1995. Dengan kata lain bahwa tidak ada upaya hukum lagi.


KRONOLOGI KASUS PERDATA

Nomor: 48/Pdt.G/1993/PN.Kdi

1. Pada tanggal 8 November 1993, Pengurus Kopperson mengajukan gugatan kepada mantan Bendahara Kopperson (Wongko Amiruddin, dkk.) yang melakukan perbuatan melawan hukum.

Penggugat atas nama Ketua Kopperson:

1. La Sipala (Ketua)

2. La Ode Hatali (Sekretaris)

3. Adi Andi (Anggota)

4. La Ngkamane (Anggota)

5. H. Adji Rihani (Anggota)

Tergugat: Wongko Amiruddin, dkk.

2. Gugatan Pengurus Kopperson dinyatakan DITERIMA oleh Pengadilan Negeri Kendari dengan Putusan Nomor: 48/Pdt.G/1993/PN.Kdi tanggal 22 November 1994.

3. Tergugat Wongko Amiruddin, dkk. mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara, namun kemudian dinyatakan DITOLAK dengan Putusan Nomor: 14/PDT/1995/PT.Sultra.

4. Tergugat Wongko Amiruddin, dkk. membuat pernyataan kepada Kopperson “tidak lagi mengajukan kasasi”, sehingga Putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara Nomor: 14/PDT/1995/PT.Sultra dinyatakan INKRACHT.

5. Selanjutnya Pengadilan Negeri Kendari menerbitkan Surat Penetapan Nomor: 12/Pan.Pdt.G/Eks/1996/PN.Kdi tanggal 14 November 1996, tentang eksekusi pada lokasi sesuai putusan PN Kendari Nomor: 48/Pdt.G/1993/PN.Kdi dan PT Sulawesi Tenggara Nomor: 14/PDT/1995/PT.Sultra.

6. Oleh karena Surat Penetapan Pengadilan Negeri Nomor: 12/Pan.Pdt.G/Eks/1996/PN.Kdi tanggal 14 November 1996, eksekusi tidak terlaksana semestinya.

7. Tanggal 5 Februari 1997, Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara menerbitkan surat kepada Pengadilan Negeri Kendari agar melaksanakan eksekusi sebagaimana mestinya.
Pada saat itu, para penyerobot tanah sudah semakin banyak bahkan telah diterbitkan sertifikat oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Kendari.

8. Pada tanggal 26 Maret 1998, Juru Sita Pengadilan Negeri Kendari menerbitkan Berita Acara Pengosongan lokasi tanpa diketahui oleh Ketua PN Kendari (tanpa surat penetapan), serta tanpa sepengetahuan Penggugat/Tergugat, Pemerintah setempat, BPN Kendari, dan pihak berwajib.

9. Setelah para pengurus lama meninggal dunia, diadakan Rapat Pembentukan Pengurus Baru, dan menetapkan Abdi Nusa Jaya Hatali sebagai Ketua Kopperson, yang dikuatkan dengan Akta Notaris Nomor: 21 tanggal 10 Oktober 2015.

10. Pada tahun 2013, Ketua Kopperson melanjutkan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara, karena Pengadilan Negeri Kendari tidak lagi menanggapi permohonan Kopperson.

11. Seiring waktu berjalan, para penyerobot tanah saling gugat-menggugat sampai ke Mahkamah Agung, bahkan melakukan eksekusi atas sebagian tanah tersebut, sehingga salah seorang penyerobot mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

12. Apa yang dilakukan para penyerobot dinilai sebagai upaya sia-sia, sebab penyerobot melawan penyerobot.
Hasilnya tetap kembali pada sertifikat induk HGU milik Kopperson.

13. Perlawanan para penyerobot masih terus berlanjut hingga tahun 2018.

Berikut adalah perlawanan para pelawan

Hamparan 1: Perlawanan oleh Drs. La Ata, namun ditolak dengan Amar Putusan Nomor: 16/Pdt.Plw/2017/PN.Kdi.

Hamparan 2: Perlawanan oleh H. Amiruddin dan kawan-kawan, termasuk hamparan RS Aliah, juga ditolak dengan Amar Putusan Nomor: 13/Pdt.Plw/2017/PN.Kdi.

Hamparan 3: Perlawanan oleh Husein Awad (Hotel Zahra) pun ditolak dengan Amar Putusan Nomor: 80/Pdt.Bth/2018/PN.Kdi.

14. Pada tanggal 8 September 2025, diajukan permohonan tindak lanjut sita eksekusi oleh Kuasa Khusus Kopperson.
Kemudian pada tanggal 25 September 2025, pemohon membayar biaya eksekusi perkara ke Pengadilan Negeri Kendari.

15. Tanggal 15 Oktober 2025 ditentukan sebagai jadwal pemberitahuan konstatering, namun ditunda sebab adanya kegiatan nasional STQH.

Kuasa khusus Kopperson memberikan warning! Jika ada oknum yang secara terang-terangan melakukan upaya melawan hukum dengan menghasut warga untuk melakukan perlawanan terhadap perintah negara, maka kami pastikan akan di proses secara hukum sebab tim hukum kami sedang kumpulkan bukti untuk menjerat para pelaku provokasi.

LANDASAN HUKUM

1. Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang menegaskan bahwa pengurus mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan.

2. Pasal 1653 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa badan hukum berhak melakukan perbuatan hukum melalui pengurus yang sah.

3. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor: 3168 K/Pdt/1986, yang menegaskan bahwa perubahan pengurus tidak menghapus hak badan hukum.

Dengan demikian, Koperasi Kopperson tetap memiliki legal standing yang sah untuk mengajukan eksekusi lanjutan. Perubahan kepengurusan yang sah tidak menghapus hak hukum koperasi sebagai subjek hukum.

PENUTUP

Koperasi Kopperson melalui Kuasa Khusus Fianus Arung menilai bahwa pernyataan La Ode Ashar adalah bentuk penyesatan publik dan ketidakpahaman terhadap prinsip hukum negara.

Negara tidak boleh kalah terhadap opini, dan putusan pengadilan yang telah inkracht bersifat final, mengikat, dan wajib dilaksanakan.

“Kami tegaskan, tidak ada kesewenang-wenangan pengadilan. Yang ada adalah perintah negara melalui kekuatan hukum tetap. Kami minta semua pihak, termasuk pejabat publik, menghormati hukum agar tidak memperkeruh keadaan dan menghasut masyarakat. Hal ini bisa menjadi perbuatan melawan hukum,” pungkasnya.*.

Berita Terkait