PLTU PT OSS Disebut Abaikan Putusan Pengadilan Soal Pencemaran Lingkungan Hidup, Diduga Buang Limbah ke Sungai Motui

KENDARIKINI.COM – PLTU milik PT OSS di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe disebut mengabaikan putusan pengadilan soal pencemaran lingkungan hidup.
Akun Instagram Morosi Melawan memposting video yang menampakkan aktivitas pembuangan limbah cair perusahaan tersebut ke sungai Motui.
Aku tersebut juga membuat narasi bahwa PLTU tak perduli terhadap Putusan Pengadilan Negeri Unaaha Kabupaten Konawe Sulawesi tenggara.
“Meskipun negara secara sah mengakui perusahaan asal China tersebut telah terbukti melawan hukum, melakukan pencemaran lingkungan hidup, perusahaan masih saja abai terhadap Perintah Putusan PN Unaaha,” karannya.
Artinya PT OSS tidak perduli terhadap negara dan warganya dalam Upaya untuk melakukan pemulihan lingkungan dalam perkara LH yang sudah di menangkan oleh masyarakat.
“Perusahaan bukannya memulihkan lingkungan sesuai putusan pengadilan, namun justru semakin parah dan makin Brutal terhadap perampasan ruang hidup di masyarakat,” ungkapnya.
Lanjutnya ditandai dengan mashifnya Operasi PLTU captive dan Aktivitas industri PT OSS masih Saja Membuang limbah cair beracun di sungai Motui, dimana kita ketahui bahwa sungai tersebut Masih di gunakan Oleh nelayan dan petani untuk mengairi tambak-tambaknya di kawasan industri morosi.
“Masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sungai tersebut ada dua kabupaten yaitu Konawe, dan Konawe Utara,” tuturnya.
“Pertanyaannya sampai kapan PT.OSS harus di biarkan secara Brutalitas terus menerus dalam melakukan,” pungkasnya.
Sebelumnya Pengadilan Negeri Unaaha melalui putusan nomor 28/Pdt.Sus-LH/2024/PN Unh tertanggal 31 Juli 2025 akhirnya mengabulkan sebagian gugatan masyarakat terdampak PLTU Captive di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, yang didampingi oleh WALHI Sulawesi Tenggara dan LBH Kendari.
Majelis hakim menyatakan bahwa Tergugat I (pengelola PLTU Captive Batu Bara) telah terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum dan pencemaran lingkungan hidup. Dalam amar putusannya, pengadilan memerintahkan Tergugat I untuk melakukan pemulihan lingkungan dengan langkah-langkah konkret, antara lain:
Menghilangkan bau busuk akibat aktivitas PLTU Batu Bara;
Memasang atau memperbaiki instalasi pengolahan limbah cair dan emisi fugitif agar sesuai baku mutu lingkungan;
Memusnahkan sumber pencemaran limbah cair dan emisi;
Selain itu, hakim juga memerintahkan Turut Tergugat I dan II (instansi pemerintah terkait) untuk melakukan pengawasan transparan terhadap proses perbaikan dan memberikan informasi kepada masyarakat terkait kondisi pencemaran yang sebenarnya.
Putusan ini menjadi tonggak penting dalam perjuangan masyarakat Desa Tani Indah dan sekitarnya yang selama ini harus hidup berdampingan dengan pencemaran udara dan air akibat operasi PLTU Captive batu bara yang memasok energi ke kawasan industri nikel Morosi.
Hakim juga menghukum Tergugat I untuk membayar biaya perkara sebesar Rp4.361.000,00.
Tanggapan WALHI Sultra dan LBH Kendari :
Direktur WALHI Sulawesi Tenggara, Andi Rahman menegaskan bahwa putusan ini bukan sekadar kemenangan di ruang pengadilan, melainkan bukti bahwa negara, melalui lembaga peradilan, masih memiliki keberpihakan pada hak-hak dasar rakyat atas lingkungan hidup yang sehat.
“Ini adalah kemenangan rakyat atas ketidakadilan ekologis yang selama ini mereka hadapi. Selama bertahun-tahun, masyarakat Morosi dipaksa hidup dalam bayang-bayang pencemaran yang merusak kesehatan, lingkungan, dan masa depan mereka. Kini, melalui putusan ini, negara secara resmi mengakui bahwa telah terjadi pelanggaran. Ini adalah bentuk pengakuan atas suara dan penderitaan rakyat yang terlalu lama diabaikan,” ujar Andi.
Ia menekankan bahwa putusan ini harus dijadikan preseden penting untuk mendorong perubahan sistemik dalam penegakan hukum lingkungan, terutama di kawasan industri strategis yang selama ini seolah berada di luar jangkauan hukum.
“Putusan ini tidak boleh berhenti di atas kertas. Kami mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk segera memastikan pelaksanaan seluruh isi putusan, termasuk pemulihan lingkungan dan pemenuhan hak-hak korban. Negara harus hadir secara nyata, bukan hanya melalui pengakuan, tetapi juga melalui tindakan konkret yang menjamin keadilan ekologis,” tegasnya.
Lebih lanjut, Andi Rahman menyerukan solidaritas luas dari gerakan masyarakat sipil untuk terus mengawal implementasi putusan ini dan memperkuat upaya kolektif dalam membongkar impunitas kejahatan lingkungan.
“Ini bukan akhir dari perjuangan, tapi awal dari kerja-kerja pengawasan dan pengorganisasian yang lebih kuat. Kami menyerukan kepada seluruh elemen gerakan rakyat untuk terus bersama mendesak keadilan bagi seluruh komunitas yang menjadi korban kerusakan ekologis, bukan hanya di Morosi, tapi di seluruh Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur LBH Kendari, Sadam Husain menyatakan“Dalam perkara aquo, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Unaaha telah mengabulkan gugatan Para Penggugat sebagian. Ini adalah hasil dari perjuangan panjang masyarakat terdampak atas pencemaran lingkungan hidup yang dilakukan oleh Tergugat. Hal ini merupakan langkah awal yang masih harus kita kawal bersama. LBH Kendari bersama rekan-rekan koalisi akan terus membersamai perjuangan masyarakat dalam membela hak-hak konstitusional atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,”.
Sementara itu Humas PT OSS, Bahar yang dikonfirmasi via pesan WhatsApp pada Selasa 30 September 2025 belum memberikan tanggapan.*