JAM-Pidum Kembali Setujui 23 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice
Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 23 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
-Tersangka DWI RAHARJO bin DALNO dari Kejaksaan Negeri Klaten yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka ZULPAN EFENDI RAMBE dari Kejaksaan Negeri Labuhan Batu yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.
-Tersangka PARSAULIAN NAOLO HAHOLONGAN HASIBUAN dari Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Labuhan Deli yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.
-Tersangka VENSIA TALAKUA alias NEIS dari Kejaksaan Negeri Halmahera Utara yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
-Tersangka REZA WIJAYA dari Kejaksaan Negeri Bekasi yang disangka melanggar Pertama Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Kedua Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
-Tersangka REZA RASHELA bin HERI ISMANTO dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
-Tersangka RENTI RUSLIANTI binti MUHAMMAD RUSLI dari Kejaksaan Negeri Purwakarta yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
-Tersangka SUTIANA bin O. SULAEMAN dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka JOHAN bin HODRI dari Kejaksaan Negeri Bangkalan yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
-Tersangka RUDI FERDIANSYAH bin BAKRIN dari Kejaksaan Negeri Bangkalan yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
-Tersangka NITO bin AGUS dari Kejaksaan Negeri Banyuwangi yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
-Tersangka MAHFUD TURMUDZI alias MAHMUD bin AMAT dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
-Tersangka ABDUS SOLEH bin KEN dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP jo. Pasal 53 KUHP tentang Pencurian.
-Tersangka ARAHMAN bin JAMALUDIN dari Kejaksaan Negeri Bima yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka IKRAWAN SYAHPUTRA dari Kejaksaan Negeri Bima yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
-Tersangka MATHEUS RONSUMBRE dari Kejaksaan Negeri Biak Numfor yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
-Tersangka LA HERDIN alias EDIN bin LA AMILI dari Kejaksaan Negeri Baubau yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
-Tersangka ANDI FERLY M. NOOR dari Kejaksaan Negeri Kendari yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
-Tersangka DARWIS alias SIMBO bin RIDWAN dari Kejaksaan Negeri Kolaka yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
-Tersangka HARDJITO alias ITO dari Kejaksaan Negeri Kolaka yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan
-Tersangka RISAL HARMAWAN alias RISAL bin ARMAN dari Kejaksaan Negeri Kolaka yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
-Tersangka LA ODE KADIR bin LA ODE SEGA dari Kejaksaan Negeri Muna yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
-Tersangka SABADIN alias LA SABA bin LA UDI dari Kejaksaan Negeri Muna yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang
lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.*