OPINI: Sanksi Etik Tak Cukup, Bongkar Penyuap dan Pidanakan Mantan Kajati Sultra, Rakyat Menanti

Oleh : Eghy Seftiawan (Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Sulawesi Tenggara-Jakarta)

Kejadian, data, fakta dan tulisan membuat kita terbiasa hidup dengannya, kitapun terbiasa dipaksa menelannya, diam, lalu bungkam. Seperti kasus-kasus sebelumnya.

Proses penyidikan kasus dugaan tindak pidana Korupsi dan kasus penjualan ore nikel di lahan konsesi PT Antam, Blok Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara seakan memberikan isyarat bahwa kasus tersebut akan segera menggiring nama-nama tersangka baru, tentu kita berharap Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi tenggara terus melakukan tindak lanjut.

Skandal pertambangan nikel ini berawal dari kerja sama PT Antam Tbk dengan Perusahaan Daerah atau Perusda Sultra. dengan membentuk Kerja sama Operasi Mandiodo, Tapunggaeya, Tapuemea atau KSO MTT, di mana dalam melaksanakan KSO ini, PT Lawu menggandeng 38 perusahaan tambang untuk mengelola kegiatan tambang nikel di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam UPBN Konawe utara. namun dalam perjalanannya Kejaksaan Tinggi Sulawesi tenggara mulai mengendus dugaan praktik produksi dan penjualan ore nikel dengan cara melawan Hukum/ilegal. ditambah lagi dugaan penambangan tanpa membayar dana reklamasi pasca tambang yang telah mengeruk hasil bumi sejak tahun 2021 silam.

Pada Senin (05/06/2023), Setelah Kejati Sultra melakukan penyidikan terhadap 31 saksi maka di umumkan tersangka yakni manager PT Antam Mandiodo berinisial HA, pelaksana lapangan PT LAM berinisial GI serta Direktur PT Kabaena Kromit Pratama atau PT KKP berinisial AA. Alhasil belum tuntas proses pemeriksaan terhadap 38 perusahaan yang terlibat, nama mantan Kepala kejaksaan Sultra ikut kepermukaan, yakni RJ yang pada tahun 2022 menggantikan pejabat sebelumnya Sarjono Turin. RJ adalah jaksa muda Kejagung yang sebelum pencopotannya menjabat sebagai Direktur Ekonomi dan Keuangan Jamintel Kejagung. RJ dijatuhi sanksi etik berupa pemecatan sebagai jaksa. Sanksi dijatuhkan lantaran Raimel ketahuan memeras perusahaan tambang dan cenderung menghalang-halangi proses penyidikan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengatakan; “RJ terbukti melakukan pelanggaran berat dalam pemeriksaan yang dilakukan Jaksa Agung Muda Pengawasan”. Raimel diduga meminta uang dari sejumlah pelaku penamĀ­bangan yang beroperasi di lahan konsesi PT Antam UPBN Konut.

RJ Seolah melengkapi anggapan tentang runtuhnya marwah penegakan hukum di Indonesia, sanksi etik dan administratif yang diberikan terhadap RJdiharapkan tidak hanya berhenti disitu saja ini adalah pintu masuk untuk menelusuri unsur pidananya kemudian oknum atau perusahaan yang memberikan uang juga kemungkinan besar mesti ditelusuri.

Sebab apabila tidak hal tersebut tidak akan memberikan efek apa-apa dalam upaya memberantas kejahatan/korupsi di negeri ini. Mengingat Kejahatan dalam dunia birokrasi adalah tindak kejahatan terstruktur dan sistematis. saling terkait satu dengan yang lain, tidak mungkin dilakukan secara perorangan, maka sangat mungkin banyak yang terlibat di dalamnya. apabilah indikasinya adalah tidak pidana suap, tentu oknum atau perusahaan Pemberi suap juga harus di bongkar sebab Jika Investor pemberi suap, oknum pemerintah & aparat penegak hukum tetap membuka diri menerima suap maka akan berdampak Grand corruption. Korupsi Regulasi dan kebijakan.

Jika ada temuan lain di luar suap, misal pemerasan, gratifikasi atau korupsi, tentunya akan ada mekanisme pelimpahan ke penegak hukum yang menanti. apabila RJ terbukti melakukan tindak pidana, maka harus diproses dan diberikan hukuman yang setimpal. tak ada ruang bagi jaksa untuk menyelewengkan jabatan. Supremasi hukum harus tetap ditegakkan bila perlu limpahkan kasus tersebut ke KPK, BARESKRIM MABES POLRI, atau ke PPATK apabila itu menyangkut Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Raimel Jesaja harus mempertanggung jawabkan perbuatannya secara eksternal kepada publik sesuai kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat tentang keadilan dan kebenaran. apabilah tidak lantas siapa yang harus disalahkan?

RJ merupakan Potret Aparat Penegak Hukum yang telah mewarisi sebuah problematika dalam konteks pembangunan dimasa kepemimpinan yang akan datang, yakni hilangnya indikator kepercayaan masyarakat terhadap Aparat Penegak Hukum.

Ini merupakan kejahatan moral, sebab moral erat kaitannya dengan sebuah etika profesi dan juga integritas penegakan hukum. karena itulah hukum dapat disandarkan dengan nurani. moralitas tak memiliki ukuran matematis, tolak ukurnya hanya dapat dinilai dari sebuah hasil yang besar dalam penegakan hukum.

Kini Kejaksaan Agung seperti sedang berada dalam kondisi yang dilematis. terlepas dari itu tentu kita menantikan Kejaksaan Agung berani membuka persoalan ini ke publik agar tak terkesan tebang pilih, ini diperlukan guna mengembalikan integritas dan marwah kejaksaan.*



Kendari Kini bisa diakses melalui saluran Google News atau Google Berita pada link ini.

👇

Saluran Google News Kendarikini.com



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait