Kecelakaan Kerja Beruntun di PT OSS dan PT VDNI, Pihak Berwenang Diminta Tindak Tegas

KENDARIKINI.COM – Gelombang kemarahan publik kembali mengguncang Sulawesi Tenggara. Kali ini, Koalisi Aktivis Mahasiswa Pemuda dan Ormas (KOMPAS) dan organisasi masyarakat sipil turun ke jalan membawa misi besar “menolak praktik penjajahan ekonomi gaya baru” yang dinilai telah mencabik-cabik harkat dan martabat masyarakat lokal di kawasan industri Morosi, Kabupaten Konawe. Rabu (14/05/25)
Aksi unjuk rasa yang berlangsung di depan Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara ini digelar sebagai bentuk protes terhadap dugaan kuat pelanggaran hak asasi manusia, dugaan pelanggaran sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, serta pembiaran terhadap tindakan amoral yang diduga dilakukan oleh Tenaga Kerja Asing (TKA), khususnya dari Tiongkok, di lingkungan kerja PT Obsidian Stainless Steel (PT OSS).
Dalam orasinya, Divisi Hukum dan HAM KOMPAS Sultra, Aldi Lamoito, menegaskan bahwa apa yang terjadi di kawasan industri Morosi bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan diduga bentuk kolonialisme modern yang menyusup lewat investasi asing yang tidak manusiawi.
“Kecelakaan kerja yang menyebabkan cacat permanen pada pekerja lokal, hingga dugaan pelecehan seksual oleh TKA kepada warga lokal bukan hanya pelanggaran etika, tetapi bentuk nyata ketidakadilan struktural. Kita tidak boleh diam ketika hukum diinjak-injak oleh kekuatan modal asing. Ini adalah penjajahan ekonomi yang tidak boleh diberi ruang di Bumi Anoa,” tegas Aldi di tengah aksi massa.
KOMPAS Sultra juga menyoroti bahwa hingga kini tidak ada proses hukum yang transparan dan tegas terhadap para pelaku dari kalangan TKA, bahkan mereka seolah dilindungi oleh sistem yang permisif. Kondisi ini memperparah ketidakpercayaan masyarakat terhadap otoritas hukum dan memperkuat stigma bahwa warga lokal adalah warga kelas dua di tanahnya sendiri.
Divisi Informasi dan Data, Andri Togala menambahkan bahwa rangkaian kasus ini mencerminkan kegagalan negara dalam menghadirkan perlindungan terhadap rakyatnya dari praktik kapitalisme yang rakus dan abai terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
“Kita tidak boleh melihat kasus-kasus ini sebagai insiden biasa. Ini adalah hasil dari sistem yang mengutamakan profit di atas keselamatan manusia. Negara harus hadir, tidak hanya sebagai fasilitator investasi, tapi juga sebagai penjaga marwah dan martabat rakyatnya,” ujarnya lantang.
Sebagai bentuk dorongan konkret kepada pemerintah dan lembaga legislatif, KOMPAS Sultra menyampaikan tiga tuntutan utama dalam Aksinya :
1. Hentikan Sementara Operasional PT OSS
Penangguhan ini harus dilakukan segera untuk memberikan ruang evaluasi terhadap serangkaian kejadian yang mencoreng kredibilitas industri di Morosi. Pemerintah tidak boleh tunduk pada kepentingan investasi semata.
2. Audit Menyeluruh terhadap Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Audit independen harus melibatkan lembaga profesional dan kredibel guna menilai sejauh mana perusahaan mematuhi standar keselamatan kerja. Audit ini juga penting untuk memastikan bahwa keselamatan tenaga kerja bukan hanya formalitas atas nama dokumen.
3. Usut Tuntas dan Deportasi TKA Pelanggar Hukum dan Norma Sosial
Tidak boleh ada pengecualian hukum. Siapa pun yang melanggar, apalagi dalam bentuk kekerasan atau pelecehan, harus diproses secara hukum sesuai peraturan Indonesia, tanpa diskriminasi. Pemerintah harus menunjukkan ketegasan dalam menegakkan hukum nasional di atas segala kepentingan asing.
Menanggapi aksi tersebut, Ketua Komisi IV DPRD Sultra, Andi Muhammad Saenuddin, S.Si., M.Si, yang menerima massa aksi menyatakan komitmennya untuk menindaklanjuti aspirasi massa dari KOMPAS, Ia menjanjikan akan segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pekan depan, memanggil pihak manajemen PT OSS, serta instansi terkait seperti Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans).
“Kami turut prihatin atas kejadian-kejadian yang menimpa pekerja lokal. Dugaan pelecehan seksual oleh TKA yang diselesaikan secara informal adalah preseden buruk bagi penegakan hukum kita. Kami akan turun langsung ke lapangan bersama instansi terkait untuk memastikan sistem manajemen K3 benar-benar dijalankan,” ungkap politisi senior itu.
Lebih lanjut, ia juga menekankan pentingnya kehadiran negara dalam menanggapi setiap keluhan rakyat.
“Saya tegaskan, tidak boleh ada warga yang jadi korban berulang kali hanya karena lemahnya pengawasan. DPRD akan bersikap proaktif, tidak hanya duduk di balik meja. Kita akan sidak ke lokasi, dengar langsung, dan tindaklanjuti di forum resmi,” tambahnya.
Sebagai bentuk komitmen dan konsistensi perjuangan, KOMPAS Sultra menyatakan akan menggelar aksi lanjutan dalam skala yang lebih besar jika tuntutan ini diabaikan. Mereka juga tidak menutup kemungkinan untuk langsung mendatangi PT OSS apabila tidak ada langkah konkret yang diambil oleh manajemen perusahaan maupun pemerintah daerah.
“Kami tidak sedang main-main. Jika dalam waktu dekat tidak ada tindakan nyata dari PT OSS dan pemerintah, maka kami akan kembali dengan massa yang lebih besar untuk menduduki kawasan industri dan meminta pertanggungjawaban langsung. Ini bukan hanya soal Morosi, ini soal keadilan untuk rakyat Sultra,” kata Aldi dengan nada tegas.
Terakhir, Aldi Lamoito juga menyinggung tragedi memilukan yang menimpa salah satu karyawan lokal di PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), perusahaan yang masih berada dalam satu kawasan industri dan satu grup dengan PT OSS. Pekerja tersebut dilaporkan meninggal dunia akibat tertindih barang berat saat bekerja.
“Kematian tragis pekerja lokal di PT VDNI tak bisa dipandang sebagai kecelakaan biasa. Ini adalah alarm keras atas kelalaian perusahaan dalam menerapkan prinsip-prinsip dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Bagaimana mungkin standar keselamatan diabaikan di lingkungan kerja berisiko tinggi?” kata Aldi.
Ia menegaskan bahwa kejadian serupa bisa terus terulang jika sistem perlindungan tenaga kerja hanya menjadi formalitas di atas kertas tanpa implementasi nyata.
“PT VDNI dan PT OSS boleh beda manajemen, tapi satu atap dan satu corak industri eksploitatif dan abai terhadap nyawa manusia. Ini bukan hanya kelalaian, ini pembiaran yang membunuh,” tegasnya.*