Menghapus SEP dan Hilangkan Kwitansi Pasien Jaminan BPJS Kesehatan, RSU Hermina Kendari Terancam Sanksi Administrasi dan Pidana

“Pada saat mereka komplain ke BPJS, betul ada proses pengajuan klaim dari rumah sakit, nilainya sama dengan yang tertera dalam kwitansi yang dikirimkan. BPJS tidak mungkin tahu ini kalau tidak ada datang peserta BPJS mengkalim. Karena di dalam vitur VClaim itu Surat Eligibilitas Peserta suda terbit. Siapa yang bisa menghentikan ini tidak ada, karena sistem ini cuma dipegang oleh BPJS dan rumah sakit. Kalau tidak komplain saya yakin bahwa sistem itu akan berlangsung sampai pada pembayaran,” tegasnya.
Menanggapi hal ini Kepala BPJS Kesehatan Cabang Kendari, Rinadi Wibisono, mengakui bahwa hak akses dan input data pasien dalam aplikasi VClaim ada pada kewenangan pihak RSU Hermina Kendari, sementara kami hanya verivikasi data pasien dalam aplikasi VClaim untuk pasien layak atau tidak layak memperoleh pencairan JKN.
Surat Eligibilitas Peserta (SEP) yang dibuat di aplikasi VClaim secara otomatis tercatat untuk proses klaim JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dan proses pencairan dana JKN bisa otomatis cair setelah data disinkronkan dan diverifikasi oleh BPJS Kesehatan.
“Berkaitan dengan vitur VClaim untuk mempermudah rumah sakit mengajukan pembayaran klaim. Hak akses hanya rumah sakit dan pasword kita serahkan ke rumah sakit, sehingga kalau rumah sakit menyebarkan itu seharusnya perlu disoroti. Karena itu data pribadi pasien di situ,” ungkap Rinadi Wibisono pada hari Selasa, 9 September 2025 saat hadiri RDP di DPRD Sultra.
Ia pun menjeskan terkait sekarang sistem pendataan rekam medis pasien berbasis SEP berdasarkan program pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia untuk menghindari pemalsuan dan penghilangan bukti data pasien di rumah sakit.
“Berkaitan dengan SEP, ketika rumah sakit sudah melakukan input SEP di situ ada tabung, sehingga rumah sakit bisa mengisi pelayanannya apa saja. Ketika SEP sudah diinput, maka terbentuklah di sistem informasi itu tabung. Kemudian tabung itu apa saja pelayanan yang sudah diberikan rumah sakit itu diinput satu persatu. Itu menjadi kepemilikan data rekam medis yang ada di rumah sakit. Sekarang ini menjadi program melalui Kemenkes setiap rumah sakit wajib elektronik rekam medis untuk menghindari pemalsuan dan penghilangan bukti,” lanjutnya.
Rinadi Wibisono juga mengatakan bahwa benar kwitansi pasien Yayuk Sapta Bella, tidak ada dalam data klaim dari RSU Hermina Kendari ke BPJS Kesehatan Cabang Kendari. Terkait SEP tetap ada di RSU Hermina Kendari, tetap ada, kecuali pihak RSU Hermina Kendari menghapus itu kewenangan RSU Hermina Kendari.
“Ketika nantinya sudah semua diisi pelayanan itu sampai pasien pulang. Pengajuan rumah sakit adalah bulan berjalan, maka diajukan untuk bulan depan. Jadi kasusnya untuk pelayanan pak Ahmad di bulan Juli itu diajukan di bulan Agustus, kalau rumah sakit tertib dalam melakukan input data. Kemudian setelah diinput apa saja pelayanannya, rumah sakit sudah melakukan verivikasi internal memastikan tidak ada kecurangan di situ oleh tim yang ditentukan rumah sakit, maka disetujui untuk dikirimkan kepada kami secara by sistem untuk informasi data. Jika berkas lengkap, tidak ada yang mencurigakan, dan teman-teman verivikator sudah memastikan bahwa itu pelayanannya tentu itu akan terproses pencairan dalam pengajuan klaim. Dan saya pastikan itu tidak ada nama pasien ibu Yayuk tidak ada dalam data klaim ke BPJS Kesehatan. Apakah SEP itu tetap ada di rumah sakit, tetap ada. Karena beda akses, kecuali rumah sakit yang menghapus,” ucapnya.
Pada sisi lain Direktur Rumah Sakit Umum (RSU) Hermina Kendari, Dokter Yulita Basir, mengaku sebelumnya pada bulan Juli 2025 dan bulan Agustus 2025 sempat mengajukan klaim ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Kendari terkait pasien bernama Yayuk Sapta Bella.
Namun atas klaim ke BPJS Kesehatan bukan untuk input data pasien untuk menagih kwitansi pasien, tapi untuk memastikan data pasien telah berpindah dari jaminan BPJS Kesehatan ke jaminan pribadi (umum).
“Pada bulan Juli dan Agustus itu nama tersebut tidak kami input untuk tagihkan. Karena memang panjaminya bukan BPJS kesehatan. Itu bisa saya perlihatkan rekab pengiriman klaim saya ke BPJS untuk bulan Juli, termasuk fitbek dari BPJS juga tidak ada nama tersebut tercantum,” akui Yulita Basir pada hari Selasa, 9 September 2025 dalam RDP di Kantor DPRD Sultra.
Untuk diketahui menghilangkan atau merusak barang bukti diancam pidana berdasarkan Pasal 221 Ayat 1 angka 2 KUHP, Pasal 231 KUHP, dan Pasal 233 KUHP. Khusus untuk barang bukti elektronik, pelaku juga dapat dikenakan Pasal 48 Ayat 1 dan Pasal 32 Ayat 1 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016. Dan Peraturan Menteri (Permenkes) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan serta Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Kecurangan dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan, mengatur sanksi bagi fasilitas kesehatan yang melakukan menghilangkan kwitansi pasien jaminan BPJS Kesehatan.(Faldi)*












