PT MS di Konsel Resmi Diadukan ke Polda Sultra

KENDARIKINI.COM – Ratusan Warga Kecamatan Angata Melakukan Demonstrasi di depan Polda Sultra, akibat aktivitas PT Marketindo Selaras yang di duga kuat tidak mempunyai Hak guna usaha (HGU), Kamis 13 Maret 2025.

Koalisi masyarakat tani kecamatan angata Kabupaten Konawe Selatan (Kompak Sultra) yang tergabung kedalam 8 desa di kecamatan angata melakukan aksi damai didepan polda sulawesi tenggara.

Aksi tersebut timbul atas kemarahan masyarakat akibat aktivitas dari perusahaan PT MS yang telah merusak tanaman bahkan melakukan pembakaran.

Salah satu korlap, Jumardin mengatakan, bahwa aktivitas PT marketindo tidak memliki legal standing (HGU) sehingga dalam hal ini mereka meminta Kapolda Sultra untuk menghentikan segala bentuk aktivitas perusahaan

“Perusahaan tersebut memang tidak memiliki legal standing (HGU) oleh karena itu kami datang kesini meminta kepada Kapolda Sultra untuk menghentikan aktivitas perusahaan tersebut,” katanya.

Ditempat yang sama Kades Desa Sandey, Arman mengungkapkan kepada media ini bahwa lahan perkebunan sawit nya dengan luas 1,5 hektar digusur habis oleh pihak perusahaan

“Sawit saya digusur habis bahkan ada juga yang dicuri,”tuturnya

Setelah melakukan penggusuran, pihak perusahaan kemudian menanam kembali sawit ditempat yang sama, menurut Arman ini merupakan rencana jebakan PT marketindo agar saat masyarakat melakukan pengrusakan mereka bisa lapor APH dengan dalih yang sama.

Ketua Kompak Sultra, Kadir menegaskan bahwa sejak dulu tanah tersebut adalah tanah yang diwariskan turun temurun yang dibuktikan dengan adanya tanaman tumbuh tumbuhan dan kuburan tua sekitar umur 40 tahun di desa motaha dan desa lamoen.

“Saya selaku saksi sejarah, bahwa tanah itu adalah tanah kami, sejak tahun 1996 saya memperjuangkan apa yang menjadi hak kami,” imbuhnya.

Menanggapi hal tersebut Kombes Pol Dieno Hendro Widodo, menemui langsung dan menerima aduan masyarakat

“Terkait laporannya kami terima, dan terkait data-datanya mungkin kami akan meminta kontak yang bersangkutan,” jelasnya.

Untuk di ketahui luas tanah yang digusur oleh perusahaan kurang lebih 1300 hektar dan hampir sekitar 300 lebih orang yang mengalami kerugian akibat penggusuran tersebut.

Sementara itu sebelumnya terkait tudingan tersebut Legal Officer PT MS, Purnomo menjelaskan pengambil alihan aset PT SMB, pindah ke tangan PT MS sudah sesuai aturan dan mekanisme yang berlaku.

Ia mengatakan, proses pengambil alihan secara penuh aset PT SMB, bermula pada tahun 2003 PT SMB dinyatakan pailit atau bangkrut, berdasarkan putusan inkrah Pengadilan Negeri (PN) Niaga Jakarta Pusat.

Sehingga semua aset PT SMB, baik yang bergerak, dan tidak bergerak seperti lahan 62 hektare yang sudah bersertifikat, serta lahan 1.300 hektare belum bersertifikat, dijaminkan ke Bank Negara Indonesia (BNI) d bawah pengawasan Kurator bernama Duma Hutapea.

Diketahui lahan 1.300 hektare tersebut, merupakan lahan yang dibebaskan oleh PT SMB dari para pemilik lahan. Meski belum disertifikatkan, PN Niaga dalam memutus dan menyebut lahan 1.300 hektare tetap milik PT SMB meski sudah pailit, dibuktikan dengan dokumen atau surat pelepasan hak dari masyarakat.

Demonstrasi itu susul dengan aksi pelaporan secara resmi yang didampingi langsung oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Sulawesi Tenggara (Sultra)

Pelaporan itu dilayangkan karena diduga PT MS melakukan tindakan kejahatan dengan melakukan pengerusakan dan pembakaran pada lahan milik warga kecamatan Angata Kabupaten Konawe Selatan (Konsel).

Kepada wartawan. ketua LBH HAMI Sultra Andre Darmawan terlihat turun langsung membela masyarakat Angata di Kepolisian Daerah (Polda).

Dalam pernyataannya Andre mengungkapkan perusahaan PT MS sudah pernah di fasilitasi bertemu dengan pemerintah daerah Konawe Selatan namun pihak MS tidak pernah menunjukkan legalitasnya.

“Sudah puluhan kali bertemu dengan perusahaan dan pemerintah daerah tetapi, pihak Marketindo Selaras, tidak pernah menunjukkan alasannya disitu selalu mengkalaim lahan itu adalah milik mereka,” ungkap Andre.

Pengacara yang pernah membela Guru Supryani Itu juga menambahkan, pihaknya telah mewakili masyarakat melayangkan laporan di Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra).

“Masyarakat yang kita wakili ini memiliki sertifikat tetapi tanamannya di gusur, sementara warga lainnya memiliki surat pengolahan fisiknya,” terangnya.

Lanjut Andre, pihaknya telah melampirkan beberapa bukti yang kuat untuk di layangkan kepada pihak Aparat Penegak Hukum (APH).

“Kami juga sudah melampirkan bukti-buktinya dalam bentuk foto dan video nanti kami akan serahkan,” tutupnya.

Hal tersebut diperkuat dengan aturan perundang-undangan di Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

“Pasal itu dengan jelas menyatakan bahwa, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit (PT SMB) yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam UU ini,” ucap Purnomo.

Selanjutnya, dengan ketetapan Hakim Pengawas Kepailitan Nomor 33/PAILIT/2003/PN.Niaga/JKT PST, tertanggal 20 Februari 2004, Kurator Duma Hutapea mengajukan permohonan kepada Hakim Pengawas untuk menjual secara langsung dibawah tangan aset PT SMB.

Pertimbangan Kurator Duma Hutapea untuk segera menjual aset PT SMB, bahwa kondisi aset yang sudah rusak berat, dan tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana mestinya, agar nilai aset tidak semakin menurun.

Hingga pada kesimpulan dari proses jual beli aset PT SMB, Hakim Pengawas menyetujui dilakukannya penjualan, dan dilakukanlah serah terima dari Kurator Duma Hutapea kepada pembeli yang disebut PT MS.

Dengan demikian, seluruh aset PT SMB, yang sebelumnya dinyatakan pailit dan dibeli PT MS, lahan tersebut bukan lagi menjadi milik PT SMB, melainkan milik sepenuhnya PT MS.

“Inilah proses pengambil alihan aset PT SMB yang pailit, hingga kini menjadi milik PT MS yang mana segala prosesnya disaksikan dan diketahui oleh seluruh pihak terkait, baik Hakim Pengawas, Kurator Duma Hutapea, debitor pailit dalam hal ini pihak PT MS,” jelas dia.

Senada dengan itu, Manajer Penanaman PT MS, Ir. Bambang Slamet Subagyo menyebut, jika ada pernyataan PT SMB belum membayarkan sepenuhnya hak masyarakat atas pembebasan lahan milik masyarakat, itu dipastikan hanya sebatas klaim yang tidak berdasar, dan berkekuatan hukum.

Sedangkan fakta sebenarnya, PT SMB telah membayar semua kewajibannya kepada masyarakat yang menjual lahannya ke perusahaan. Buktinya para tokoh masyarakat yang saat itu menjadi saksi hidup, mengakui jika perusahaan sudah menyelesaikan kewajibannya, ditambah dokumen pembebasan lahan yang dikantongi PT MS.

“Salah satu saksi hidup, Pak H. Harun Makati mengakui bahwa disana ada lahan reboisasi dan lahan warga (lahan 1.300), itu semua sudah dibayarkan,” katanya.

Justru yang dianggap lucu, lanjut dia, yang datang mengklaim bukan pemilik lahan sesungguhnya. Mereka hanya datang mengaku-ngaku, ketika ditanya soal dokumen kepemilikan, mereka tidak bisa menunjukkan.

“Kalau klaim, kenapa bukan pemilik lahan, makanya kita hadirkan para pemilik lahan dulu yang sudah dibayarkan haknya, ada Pirasmin, Sutarmin, dan lain. Itulah pemilik lahan yang merasa menerima pembayaran,” jelas dia.

Bambang mengungkap, konon PT SMB sampai bangkrut, akibat gerakan demo besar-besaran masyarakat saat itu. Yang benar, PT SMB palilit karena dampak dari krisis moneter yang menghujam negata ini pada tahun 1998, menyusul lahirnya gejolak reformasi.

Nah, sedangkan PT SMB mendatangkan peralatan pabrik gula, itu berasal dari Hawai. Setelah reformasi, utang PT SMB yang berbentuk dolar, tiba-tiba naik dari 1 USD hanya Rp2 ribu (kurs rupiah) menjadi Rp14 ribu.

Akhirnya, PT SMB yang diposisi sedang dalam tekanan krisis keuangan, meminta penangguhan utang. Hanya yang menjadi soal, penangguhan utang ada batas waktu yang telah ditentukan, akhirnya PT Niaga Jakarta Pusat memutuskan bahwa PT SMB pailit pada tahun 2003. Ditunjuklah kurator untuk menghendel seluruh aset PT SMB, sebelum akhirnya diambil alih PT MS.

“Sampai saat ini, pernah gak dengar utamanya Bank kreditur BNI menagih utang, kan tidak ada. Kemudian hak-hak karyawan yang di PHK, siapa yang bayar, PT SMB kan sudah pailit saat itu, ya PT MS yang bayar semuanya,” tegasnya.

Masih ditempat yang sama, Kepala Tata Usaha (KTU) PT MS, Ahmad Nasrun Bokia juga menjelaskan, PT MS telah memiliki perizinan atau izin usaha perkebunan (IUP) penanaman tebuh sejak 2013, yang diterbitkan Bupati Konsel, Imran.

Dalam IUP yang diberikan pemerintah daerah kala itu, jelas diterangkan bahwa PT MS sudah bisa mengelola lahan milik perusahaan. Dasar itulah, PT MS saat ini melakukan penanaman.

“Memang saat itu, izin kami hanya tebuh, tetapi 2023/2024, kami sudah perbaharui lewat SK yang dikeluarkan Bupati Konsel, bahwa yang tadinya PT MS hanya bisa menanam tebuh, kini beralih menjadi pertanian terpaduh yang bisa ditanami tebuh, sawit, dan aneka tanaman lainnya,” ungkap dia.

Lebih lanjut, ia menyampaikan perubahan ini telah terkoneksi di IUP PT MS melalui Klarifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), dan PT MS juga sudah tergabung di organisasi base data untuk perkebunan sawit yang dibentuk Luhut Binsar Pandjaitan, sebagai perwakilan perusahaan perkebunan sawit di Konsel.

Ia menambahkan, jika perusahaan PT MS ilegal, pemerintah tidak akan memberikan benih cambak sawit. Sebab, benih cambak sawit ini disalurkan lewat Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dibawah naungan BUMN, dan beberapa pihak lainnya.

“Jadi untuk menerima benih cambak sawit, harus ada SP2PKSnya, dan kita terbitkan SP2PKS ini harus lengkap syaratnya, baik izin maupun legalitas lainnya, dan itu dikeluarkan Kementerian Pertanian melalui sistim OSS. Semua izin saling berkaitan, jadi kalau mengatakan PT MS ini ilegal, itu salah besar,” bebernya.

Perihal dokumen Hak Guna Usaha (HGU), ia akui perusahaan masih dalam tahap pengajuan ke Kementerian ATR/BPN, banyak dokumen pendukung yang mesti dilengkapi, dan prosesnya panjang.

“Kita, dari amdal dan semua perizinan sudah ada, memang tinggal HGU yang masih berproses. Kalau ada yang bertanya dasar apa PT MS mengelola, ya jelas di IUP sudah dijelaskan bahwasannya PT MS disilahkan untuk mengolah lahan yang ada,” kata dia lagi.

Adapun kata dia, di dalam IUP tidak disebut berapa luasan lahan yang dapat digarap oleh PT MS, tetapi di IUP tersebut dijelaskan PT MS bisa menggarap lahan yang telah dibebaskan.

Untuk luasan izin lokasi PT MS diberikan mandat 15 ribu hektare. Sedangkan lahan yang sudah dibebaskan 3.754,78 hektare.

“Dan itu lahan 1.300 hektare lahan hasil take over, dan sisahnya pembebasan yang dilakukan PT MS,” pungkasnya.(Iron)*



Kendari Kini bisa diakses melalui saluran Google News atau Google Berita pada link ini.

👇

Saluran Google News Kendarikini.com



Berita Terkait