WALHI Sultra: Revisi RTRW Jangan Hanya Layani Kepentingan Elit dan Investor Industri Nikel

KENDARIKINI.COM – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tenggara mengkretik revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi Tenggara yang dinilai sarat kepentingan elit politik dan investor, khususnya dari industri pertambangan nikel. Revisi ini tidak berpihak pada perlindungan lingkungan hidup dan hak-hak masyarakat lokal, serta mengabaikan prinsip keadilan ekologis.

“Revisi RTRW ini adalah bentuk legalisasi penghancuran ruang hidup rakyat dan kerusakan lingkungan demi kepentingan modal. Ini bukan tata ruang untuk rakyat, melainkan peta jalan eksploitasi yang disusun oleh dan untuk oligarki tambang,” tegas Direktur Eksekutif WALHI Sultra, Andi Rahman.

Salah satu sorotan utama WALHI adalah legalisasi dan perluasan izin pertambangan nikel di pulau-pulau kecil seperti Kabaena (Kabupaten Bombana) dan Wawonii (Kabupaten Konawe Kepulauan) yang jelas bertentangan dengan prinsip perlindungan pulau kecil dan pesisir, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 juncto UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

“Kegiatan tambang di pulau kecil jelas melanggar hukum dan mengancam ekosistem pesisir, sumber air, serta ruang hidup masyarakat yang sangat terbatas. Revisi RTRW seolah memberikan legitimasi pada aktivitas ilegal ini,” tambahnya.

Selain itu, WALHI juga menyoroti dampak nyata dari perubahan tata ruang di wilayah Morosi, Kabupaten Konawe, yang kini menjadi kawasan industri nikel skala besar.

Perubahan fungsi ruang yang semula merupakan kawasan perikanan dan pertanian rakyat menjadi kawasan industri telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius, seperti pencemaran Sungai Konaweeha, hilangnya sumber air bersih, meningkatnya emisi debu dan polusi udara, serta konflik sosial akibat perampasan lahan. Hal ini menunjukkan bagaimana revisi tata ruang yang berorientasi pada investasi justru memperburuk kondisi ekologis dan merugikan masyarakat lokal.

Poin-Poin Kritikal dalam Revisi RTRW Sultra:

Legalisasi Aktivitas Tambang di Pulau Kecil,Tambang nikel yang telah beroperasi maupun yang sedang mengajukan izin di Pulau Kabaena dan Wawonii tetap dipertahankan bahkan dilegalkan dalam revisi RTRW, meskipun bertentangan dengan aturan perlindungan pulau kecil dan tata ruang sebelumnya.

Perubahan Fungsi Kawasan Lindung, Banyak wilayah yang sebelumnya berstatus lindung diubah menjadi zona industri dan pertambangan, termasuk di wilayah tangkapan air dan hutan lindung, mempercepat kerusakan ekologis.

Minim Partisipasi Publik dan Transparansi, Proses revisi dilakukan secara tertutup, tanpa pelibatan komunitas terdampak, masyarakat adat, nelayan, dan akademisi independen.
Memperkuat Ekspansi Smelter dan Kawasan Industri, Revisi RTRW juga memfasilitasi ekspansi kawasan industri dan smelter nikel, seperti di Morosi, Pomalaa, dan Mandiodo, yang telah terbukti menyebabkan pencemaran udara dan air, serta konflik sosial.

WALHI Sulawesi Tenggara menegaskan bahwa revisi RTRW ini cacat secara prosedur dan substansi, serta bertentangan dengan berbagai regulasi nasional tentang perlindungan lingkungan, pulau kecil, dan hak masyarakat. Kami mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan DPRD untuk mengkaji ulang dan melibatkan partisipasi masyarakat maupun NGO dalam proses pembahasan revisi RTRW, serta meminta Kementerian ATR/BPN tidak mengesahkan dokumen tata ruang yang bermasalah ini.

“Jika revisi ini tetap dipaksakan, maka krisis ekologis di Sultra akan semakin parah. Pulau-pulau kecil akan hancur, konflik sosial meningkat, dan rakyat terus dikorbankan atas nama investasi,” tutupnya.*



Kendari Kini bisa diakses melalui saluran Google News atau Google Berita pada link ini.

👇

Saluran Google News Kendarikini.com



Berita Terkait