Kota Kendari Tak Butuh Slogan Ini Itu Guna Pencitraan, Kami Butuh Kerja Nyata
Seperti biasa kuawali tulisan ini dengan nongkrong di warung kopi langganan yang terletak di sudut Kota Kendari.
Kupesan kopi hitam racikan khas ditemani dengan rokok kesukaanku.
Sejak awal 2000an saya mulai berpikir tentang pembangunan Kota Kendari dan beberapa problem yang selalu hadir hingga ditahun 2023 ini masih berlarut-larut terjadi.
Dari sekitar tahun 2000an yang masih menjadi polemik hingga hari ini adalah air PDAM dari kualitas air hingga intensitas jalannya air.
Kita telah beberapa kali melewati pergantian Kepala Daerah tetapi pekerjaan rumah tersebut seakan menjadi persoalan tiap Kepala Daerah.
Janji-janji manis dengan slogan yang mengenakkan ditelinga namun berbanding terbalik dilapangan, ternyata PDAM Kota Kendari masih begitu-begitu saja.
Saya yang tak pernah pergi studi banding pun berpikir apa yang menjadi problem? Apakah PDAM mesti memiliki saingan perusahaan swasta atau mesti dipihak ketigakan?
Tetapi jika disuruh memilih saya lebih memilih untuk ada PDAM tandingan atau ada ruang untuk perusahaan swasta mengelola kebutuhan air dalam Kota Kendari.
Kenapa mesti seperti itu? Jawabannya adalah akan muncul persaingan dan tidak terjadi monopoli yang mungkin hanya akan berujung penghabisan anggaran tanpa mendatangkan surplus Pendapatan Asli Daerah bagi Kota Kendari.
Ketika ada dua atau tiga perusahaan yakin Saya bahwa akan terjadi persaingan usaha, persaingan kualitas dan persaingan merebut konsumen.
Tak usah jauh-jauh mengambil contoh, contohnya Air Mineral dirumah-rumah kita beragam mereknya, masing-masing dengan kualitas yang berbeda-beda.
Tak terasa rokok ditangan yang kubakar dan kuhisap tadi telah habis, kubakar lagi dan ku kembali mengumpulkan ingatan dan menelusuri peristiwa banjir dan genangan disejumlah Kota Kendari.
Kota Kendari yang merupakan Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara tercatat sebagai Kota ataupun Kabupaten yang paling pesat pembangunan diantara Kabupaten Kota lainnya.
Pembangunan yang terjadi di setiap sudut terkadang meninggalkan sejumlah persoalan antaranya genangan dan banjir disejumlah titik.
10 Tahun yang lalu banjir besar di Kota Kendari terjadi hingga beberapa hari melumpuhkan sebagian aktivitas masyarakat Kota Kendari.
Tercatat ada beberapa titik rawan hingga saat ini, Pemerintah pun telah melakukan penanganan dengan membangun kolam retensi.
Namun masih saja di tahun 2023 ini masih ada beberapa titik rawan bahkan mungkin bertambah terjadi genangan air.
Kini kita menanti terobosan baru Pemimpin Kota Kendari untuk menangani persoalan yang menurut saya sudah berlarut-larut.
Jika ditanyakan solusinya saya akan jawab normalisasi setiap saluran air di Kota Kendari, tegakkan Perda larangan buang sampah di aliran sungai, tetapi jangan tiba masa tiba akal, tiba musim penghujan baru mau bergerak.
Dan seingat saya juga ada larangan beberapa meter untuk membangun dikawasan aliran sungai.
Saran saya untuk dibuatkan Perdanya kalau belum ada, serta ditegakkan kalau sudah ada.
Terus persoalan kawasan mangrove disatu sisi saya mesti mengapresiasi penindakan yang dilakukan Pemkot Kendari tetapi disisi lain masih meninggalkan tanda tanya dengan masih kokohnya beberapa usaha warung makan yang berada dikawasan mangrove.
Seyogyanya hal tersebut sangat mudah dengan menggerakkan instrumen yang ada, dan tinggal dipressure terus perkembangannya.
Kemudian UMKM Kota Kendari yang kian hari menurut saya makin terpuruk dengan hadirnya sejumlah retail modern di Kota Kendari.
Lalu bagaimana solusinya? Berikan pelatihan terhadap pelaku UMKM guna memodernisasi, fasilitasi penyertaan dan permudah modal untuk pelaku UMKM, serta lakukan pendampingan berkelanjutan terhadap pelaku UMKM.
Selain itu ada satu pasar di Kota Kendari yang ibarat hidup segan mati tak mau, yaitu Pasar Baru.
Jika ditanyakan lagi bagaimana menghidupkan Kota Kendari, saya akan jawab bahwa pemimpin daerah ini mesti menginstruksikan setiap bawahannya untuk belanja di pasar ini.
Anggota legislatif yang terpilih beserta stafnya untuk belanja di Pasar Baru, yakin saya pasar ini akan kembali ramai.
Ketika hal tersebut dicontohkan oleh para pemimpin dan wakil rakyat di Kota Kendari.
Kemudian persoalan Tambang Pasir dan Pariwasata Pantai Nambo, kedua-duanya ada masyarakat yang menggantungkan hidupnya dengan menjadikan Maya pencaharian di kedua tempat tersebut.
Lalu solusinya bagaimana?
Jawabannya sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota Kendari namun perlu pengawasan dan pendampingan lebih lanjut terutama disisi penambang pasir Nambo.
Untuk lebih ditekankan lagi pembangunan kolam retensi permanen agar limbah cuci pasir tak dialirkan ke anak sungai yang mengarah ke laut.
Pendampingan penyertaan modal guna pembangunan kolam retensi yang permanen karena dilaporkah beberapa penambang pasir hanya menggunakan karung ataupun galian guna membangun kolam retensi.
Dan kalau perlu didorong adanya kerjasama dengan Perumda Kota Kendari sehingga hal tersebut dapat mendatangkan Pendapatan Asli Daerah.
Serta percepatan penggodokan RTRW Kota Kendari agar aktivitas penambangan pasir Nambo legal dimata hukum.
Bersambung yang punya warkop sudah mau tutup.***