Gegara Air Laut Keruh Diduga Akibat Aktivitas Tambang di Pulau Kabaena, Bayi Ditemukan Meninggal Dunia Usai Tercebur

KENDARIKINI.COM – Sebelumnya beredar pesan berantai dibeberapa group WhatsApp dan terdapat postingan di media sosial yang menerangkan bahwa telah terjadi peristiwa bayi berumur 2 (Dua) tahun meninggal dunia pada 17 Maret 2025.
Berdasarkan keterangan narasumber media ini, menerangkan peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 12.30 WITA, Nasra ditemukan meninggal di laut depan rumahnya di Dusun Bambanipa laut Desa Baliara, Kecamatan Kabaena Barat, Kabupaten Bombana.
Sebelumnya Ibu korban, Rahmi sempat mencari tapi karena laut yang keruh jadi tidak ditemukan.
“Nanti beberapa saat baru keliatan terapung dan langsung ditolong oleh tetangganya.
Ini adalah korban ketiga anak jatuh yang tidak cepat terlihat karena air laut yang keruh,” katanya.
Terkait hal tersebut, Direktur LSM Sagori, Syahrul Gelo mengatakan bahwa peristiwa ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.
“Saya kira adalah ini persoalan yang harus segera ditindaklanjuti oleh seluruh elemen terkait dengan banjir ini, karena hampir setiap kali hujan terjadi banjir seperti ini, kadang juga saya berpikir bahwa apakah karena mereka orang bajo, sehingga mereka kurang mendapatkan perhatian pemerintah, begitu lambat,” jelasnya.
“Padahal mereka ini tidak pernah menjual lahan untuk ditambang, karena memang mereka tidak punya tanah, tetapi dampak tambang di Pulau Kabaena mereklah yang sangat merasakan.
Syahrul yang selalu mengadvokasi masyarakat Kabaena melawan korporasi tambang juga dengan tegas mengecam.
“Saya sebagai pegiat lingkungan, sangat prihatin, karena pemerintah tidak tegas terhadap perusahaan tambang, terkait dugaan pelanggaran pengelolaan pertambangan yang berdampak terhadap lingkungan, APH juga terkesan lamban,” jelasnya.
“Bahkan pemerintah terkesan memfasilitasi memberikan kompensasi terhadap masyarakat yang menurut saya tidak manusiawi dengan dampak yang dirasakan masyarakat,” tambahnya.
Pihaknya juga membeberkan bahwa peristiwa ini bukan banjir karena aktivitas hujan, tapi pihaknya menduga ini akibat aktivitas tambang.
“Ini banjir disertai lumpur, ini terindikasi akibat aktivitas tambang, sudah beberapa kali masyarakat melakukan aksi demonstrasi dan RDP di DPRD Kabupaten Bombana, bahwa pihak perusahaan mengakui akibat aktivitas perusahaan tambang dan mengklaim akan bertanggung jawab, tapi sampai kita segel, tidak ada tanggung jawab, dan pihak perusahaan masih melakukan aktivitas tambang,” bebernya.
Lanjutnya, apakah pihak perusahaan, pemerintah dan APH mesti menunggu masyarakat Bajo melakukan aksi brutal baru ada upaya penanganan serius.
“Apakah mereka menunggu masyarakat melakukan aksi brutal dan berujung pada aksi kriminalisasi, padahal mereka memperjuangkan hak-haknya,” pungkasnya.
Senada dengan hal tersebut sebelumnya Lembaga Advokasi Kebijakan Publik (LAPaK) menyayangkan Sikap KLHK Terkait Dugaan pencemaran air laut di Desa Baliara Kecamatan Kabaena Barat Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara.
Pemrin Selaku Pimpinan LAPaK mengatakan dugaan pencemaran ini sudah bertahun-tahun di alami oleh masyarakat Desa Baliara, harusnya sebagai lembaga penegakan hukum dibidang lingkungan hidup, KLHK dapat melakukan penindakan terhadap oknum penyebab terjadinya pencemaran tersebut.
“Apalagi saat ini kita tau persis bahwa pencemaran air laut sangat memberikan dampak negatif terhadap masyarakat sekitar baik yang berprofesi sebagai nelayan maupun yang lainya,” kata Alumni Hukum IAIN.
Lanjut Pemrin yang juga jebolan aktivis PMII menambahkan sebagai lembaga yang peduli terhadap penegakkan hukum dengan tetap menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah (Presumtion of innocence) dapat kami katakan bahwa pencemaran air laut ini di akibatkan dari aktivitas penambangan PT. Timah Investasi Mineral dengan nomor SK:250/DPM PTSP/IV/2019, yang beroperasi disekitar wilayah terdampak.
“Harusnya dalam melaksanakan kegiatan penambangan, perusahaan wajib dan harus mengikuti aturan yang berlaku sebagai mana di sebutkan didalam Undang-Undang No 03 Tahun 2020 Tentang Minerba dan Peraturan Menteri E-SDM No 26 Tahun 2018 Tentang Kaidah Pertambangan Yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral Dan Batu Bara,” ungkap Putra Daerah Kabaena.
“Dikatakan di dalam pasal 3 ayat 1 Permen E-SDM No 26 Tahun 2018, ” Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi dalam setiap tahapan kegiatan Usaha Pertambangan wajib melaksanakan kaidah pertambangan yang baik,” jelasnya.
Lanjutnya dalam melakukan aktivitas penambangan perusahaan harusnya lebih mengedepankan dibidang pengelolaan lingkungan hidup, sebagaimana di sebutkan didalam pasal 20 ayat 1 dan ayat 2 Permen E-SDM No 20 Tahun 2018.
(1) Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi
Produksi, dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan
pengelolaan lingkungan hidup pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf e.
(2) Pengelolaan lingkungan hidup pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup pertambangan sesuai dengan
Dokumen Lingkungan Hidup.
b.
penanggulangan dan pemulihan lingkungan hidup
apabila terjadi pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”
“Sebagai lembaga Negara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang bertugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan,harusnya melakukan riset/penyelidikan resmi mengenai penyebab pencemaran air laut didesa baliara jika benar terbukti, bahwa hal itu diakibatkan dari aktivitas pertambangan maka KLHK harus lebih tegas dalam melakukan penindakan bahkan bila perlu layangkan surat rekomendasi pencabutan IUP Kepada E-SDM,” bebernya.
“Kita sudah memasukkan aduan resmi ke DPRD Sultra, dan kami minta DPRD Sultra untuk menghadirkan PT Timah Investasi Mineral saat RDP nanti,” katanya, Rabu 5 Februari 2025.
Sambungnya saat RDP nanti pihaknya juga meminta DPRD Sultra untuk menindaklanjuti dugaan pencemaran lingkungan PT TIM dengan membentuk Pansus.
“Kami minta DPRD Sultra untuk membentuk Pansus,” tegasnya.
Lanjutnya persoalan tersebut tak bisa dibiarkan berlarut-larut, pasalnya aktivitas PT TIM juga diduga menyebabkan banjir di Desa Baliara.
“Terbaru banjir terjadi di Desa Baliara, bahkan bukan hanya sekali saja, banjir disertai lumpur masuk ke rumah-rumah warga, untuk itu pihaknya meminta DPRD Sultra untuk segera menggelar RDP dan membentuk Pansus,” pungkasnya.
Terkait hal tersebut media ini juga mengkonfirmasi KTT PT TIM, Tatang yang sebelumnya dimintai tanggapannya terkait tudingan tersebut belum memberikan tanggapan hingga berita ini diterbitkan.
Sementara itu Kapolsek Kabaena Barat Iptu Andi Tamenengah yang dikonfirmasi via pesan WhatsApp, panggilan WhatsApp, SMS dan panggilan telepon sejak 17 Maret 2025 belum memberikan tanggapan saat ditanyakan persoalan tersebut.
Sebelumnya juga DPRD Sultra berjanji akan membentuk pansus terkait persoalan tersebut, namun hingga kini belum ada kejelasan terkait perkembangan pansus tersebut.*